Bloggroll

Jumat, 30 Desember 2011

Love Game

Love is a game, they said. Cinta adalah permainan, yang dimainkan oleh dua orang. Aturan permainannya sederhana: yang satu harus membuat yang lain bahagia. Kedengarannya mudah, tetapi jika memasukkan faktor ego yang menghendaki kebahagiaan bagi diri sendiri, urusan menjadi runyam. Ruwetnya begini (khusus pada cewek): pada umumnya cowok akan bahagia jika bisa membahagiakan ceweknya. Jadi, bagi cewek ada dua hal untuk memenangkan permainan ini, pertama ia harus membahagiakan cowoknya, kedua ia sendiri harus bahagia, yang mana tidak dapat terjadi bila cowoknya tidak membahagiakan. Hal ini biasanya tidak terjadi pada cowok, karena ia tidak harus kelihatan bahagia untuk membahagiakan cewek. Itulah ukuran yang dari jaman dahulu sudah berlaku: cowok itu pemimpin, serba-logika, dan dengan keperkasaan ia membahagiakan gadis-gadisnya.
Bagiku, ini berarti harus kreatif dalam mencintai. Bagaimana lelakiku tahu kalau aku bahagia?
Baiklah, yang pertama adalah pengamanan. Sejak pernyataan cinta antara aku dan Bob yang menghebohkan itu, aku mempunyai sebuah kebiasaan baru: menelan pil putih kecil. Pil KB. Pil ini cara pakainya memang harus dimulai pada hari pertama mens, yang kebetulan terjadi (benarkah kebetulan?) ketika untuk pertama kalinya Bob memasukkan penisnya ke dalam liangku. Efeknya hebat, berdarah-darah… tapi tentu saja itu bukan darah perawan, melainkan darah mens. Malam itu aku langsung ke apotik membeli beberapa pak, karena aku yakin bahwa semua ini akan berlangsung lama.
Yang kedua adalah, jangan mengumbar seks. Kalau sedang datang bulan, tentu saja tidak bisa berhubungan. Tetapi ketika sudah bersih pun, bukan berarti setiap saat siap ditancap. Dalam permainan cinta, justru ketegangannya harus dibangun dahulu… dan lelaki membutuhkan waktu untuk mengisi kantung maninya. Jika terlalu sering dikeluarkan, ia malah menjadi loyo dan tidak bersemangat. Apa enaknya bersetubuh dengan lelaki yang loyo?
Sejak aku jadian dengan Bob, aku mengubah penampilanku. Sekarang aku lebih sering memakai sweater yang besar, terbuat dari rajutan dengan benang berwarna merah dan perak, menutup dari leher sampai sejengkal di atas lutut. Di bawahnya aku memakai jeans yang menggantung di panggul, seperti gayanya Agnes Monica (atau Britney Spears?), yang panjangnya hanya sampai betis. Sangat casual, menyembunyikan lekuk tubuh dan terutama payudaraku — aku merasa bahwa keduanya semakin besar belakangan ini. Aku mengikat rambutku yang sebahu dengan kuncir ekor kuda, mengenakan make-up tipis — tapi aku meyakinkan diri bahwa aku harus tampil lebih cantik dari biasanya.
Semua ini adalah gayanya Bob. Dia pemikir, tenang, tidak tergesa-gesa. Ia menyukai kesederhanaan, juga kecantikan. Baginya menatap wajah cantik lebih menarik ketimbang menatap tubuh yang seksi, atau serba buka-bukaan. Katanya, yang tertutup itu menawarkan fantasi, khayalan yang bisa terwujud apa saja. Lebih menarik ketimbang sekedar memperlihatkan pusar atau bahu atau paha, yang kadang justru terlihat berbercak, terlalu kurus, atau terlalu gemuk. Ha, tapi tubuhku kan tidak berbercak, dan proporsional pula! Bob hanya tersenyum.
“Kalau Rena, tubuhnya memang sempurna,” katanya lagi.
Dengan kesederhanaan ini, plus aku memberi waktu ekstra untuk wajah dan rambut, malah mengundang lebih banyak pandangan lelaki. Mereka nampak kecewa ketika menyadari bahwa aku sekarang ini sudah jadian dengan Bob. Ah, mungkin Bob benar, memang lelaki justru senang yang seperti ini. Bob menerangkan, jika lelaki tertarik melihat kulit perempuan, pikirannya hanya ngeres saja. Tapi melihat kecantikan dan kesederhanaan, lelaki justru merindukan. Tapi, aku mau agar Bob juga ngeres sesekali…
Satu hal yang dimiliki perempuan adalah, ada waktu terbaik untuk bercinta. Tandanya terlihat dari lendir yang keluar dari vagina. Ketika lendirnya kental, seperti putih telur, itu berarti awalnya. Ketika lendir menjadi semakin encer, aku pun merasa lebih bergairah, birahiku tinggi. Jadi, aku akan membuat agar Bob ingin berhubungan di saat-saat itu…waktu yang paling enak, paling mengesankan. Seperti sekarang ini.
Ketika pagi itu aku dijemput Bob di tempat kost dengan sepeda motornya, aku merapatkan tubuh ke depan. Di lampu merah, aku berbisik di telinganya,
“Bob… enak banget di belakang. Aku nggak pake apa-apa lagi di balik sweater ini.”

Bukan Gadis Lagi

Nama gue Rena. Atau begitulah Kak Di memberi nama di rangkaian tulisan ini. Pertama aku aku lihat dan baca, aku bingung dan heran. Gila, Kak Di bikin tulisan beginian? Tapi, setelah membaca, aku mengerti, dasar Kak Di memang nakal tapi baik hati…
Namun, karena sekarang Kak Di sudah terlalu sibuk mengurusi anaknya, jadi dia menyerahkan blog ini kepadaku. Terus terang, aku tidak terlalu pandai menulis, jadi belajar banyak dari cara Kak Di membuat tulisan. Dibilang menyontek gayanya, yah… habis bagaimana lagi, ini kan sudah terpatri. Kak Di memang hebat, sudah lebih dari kakak kandung sendiri. Malah, rasanya seperti Ibu sendiri…
Seperti ceritanya Kak Di, mulanya aku tinggal di rumah Kak Di. Tetapi sekarang aku sudah kuliah, jadi aku pindah kost di dekat kampus. Sekarang aku tingkat 2, jurusan bahasa. Mungkin memang darah menulis ada dalam keluarga kami, ya? Tetapi aku tidak tahu, apakah kesukaan pada sex juga menjadi warisan turun temurun, setelah aku melalui semuanya. Hanya saja, aku tidak suka judul blog ini, jadi setelah minta ijin pada Kak Di, aku menggantinya jadi “Not A Girl, Not Yet A Woman”. Gara-garanya, aku baru melihat video klipnya Britney Spears. Memang klip lama, tapi rasanya melantunkan keadaanku sekarang.
Begini, masa laluku tidak begitu baik. Aku sudah menjadi perempuan nakal sejak SMU. Aku, Rena yang cantik dan pandai, sudah menjadi ratu sekolah yang tidak mengijinkan ada pesaing di lingkungan sekolah. Dan aku sudah membuat seorang pesaing kehilangan kegadisannya, dalam suatu kebodohan yang tak termaafkan. Aku membuatnya diperkosa bergantian, tanpa sadar bahwa aku sendiri diincar sebagai korban. Bukan hanya dia yang mengalami penodaan, aku sendiri pun mengalami bagaimana batang lelaki memasuki liang keperawananku, direkam lagi. Lebih parahnya, aku memberikan dengan sukarela, seperti pelacur yang gembira ditiduri pelanggannya. Dan rekaman itu kemudian beredar, seluruh murid tahu seperti apa bentuk memekku dan bagaimana darah mengalir keluar ketika penis besar itu menerobos masuk. Semua tahu.
Aku pun kehilangan semua harga, semua kehormatan. Aku bukan gadis lagi. Aku perempuan binal yang membuat teman sesamaku kehilangan selaput daranya, lalu aku sendiri menyerahkan dengan sukarela. Dan semua menyaksikannya.  Tidak mungkin aku meneruskan sekolah di situ, dan aku pun pindah ke tempatnya Kak Di, sampai selesai. Itu pun, aku masih mengalami perkosaan…hukuman yang pantas bagiku.

Senin, 26 Desember 2011

The Rapist

Rena
Orang yang paling senang mendengar berita kehamilanku adalah Meika.
“Wuaaahhhhh!!! Selamat ya! Mmmuuaach! Muuaachh! Muaacchh!…. mmmuuu….”
“Sudah, sudah ah Ka….”
“Belon! Waduh! Gua seneng banget. Huaebaat bangeett!!”
“Hebat apanya? Udah kawin ya terus hamil, ya biasa aja ‘kan?”
“Ngga biasa! Apalagi si Ko Han-Han itu udah pengin banget. Dan gua juga pengin keponakan…. hihihi… buat nemenin si Erick.”
“Erick kan udah ampir dua taon.”
“Justru itu! Jadi dia punya dedek!”
“Ka, emangnya kamu gak mau nambah anak lagi?”
Mendadak, Meika diam. Ooops, aku salah bertanya. Aku tahu, Robby, suaminya, sudah tidak begitu hangat lagi. Apalagi, sekarang ini Meika mulai mendapat karir sebagai pengusaha wanita yang sukses, sebaliknya Robby malah kena PHK. Pesangonnya sih besar, tapi kebanggaan laki-laki kan pekerjaan… tapi, memang dari dulu si Robby begitu. Agak malas. Maunya bersenang-senang. Ngeseks. Duh, seandainya saja Meika waktu itu tidak hamil….
Sementara itu, ternyata hamil bukan sesuatu yang menyenangkan. Aku mabok di pagi hari, muntah di siang hari, lemas di sore hari, pokoknya serba tidak karuan rasanya. Untungnya ada Rena, yang sekarang terbukti benar-benar jadi malaikat bagi keluarga kami. Dia betul-betul berubah; sekarang setiap pulang sekolah, Rena selalu membereskan rumah, mencuci pakaian, dan mulai belajar memasak. Aku tahu caranya memasak, tetapi sejak hamil ini aku tidak tahan mencium bau bawang. Jadi, aku hanya memberi petunjuk, lalu terbaring lemah di ranjang. Rena yang mengerjakan ini dan itu.

Maiden

Bagaimana kehidupan suami istri dinikmati?
Caranya, nikmati saja. Lama-lama jadi suatu kesenangan yang rutin. Jeleknya, lama-lama jadi biasa. Kalau sedang ingin, aku tinggal bertelanjang bulat, lalu menunggu Hansen. Sebaliknya, kalau Hansen yang ingin -- asal aku tidak sedang mens -- ia akan menelanjangiku. Kemudian dengan panas kami bercumbu, kadang di kamar tidur, di kamar mandi, di dapur, di ruang keluarga depan TV, bahkan juga di garasi dan di tempat jemuran di atas, pada sore hari. Tapi kami mulai kehabisan gaya, karena pada dasarnya aku mengangkang dan Hansen memasukkan penis.
Rena
Hanya herannya, aku kok masih belum hamil juga. Padahal, setelah suamiku berejakulasi di dalam, aku mengangkat kaki tinggi-tinggi agar cairannya tidak keluar. Kenapa ya?
Mungkin karena Hansen semakin sibuk. Sekarang ia jadi wakil perusahaan untuk berkeliling Indonesia dan ASEAN, jadi kadang-kadang dua minggu pergi ke Menado, atau ke Bangkok, atau ke Kuala Lumpur. Jadi, hubungan kami tidak bisa dibilang sering sekali. Aku juga mengerti kalau Hansen sedang lelah bukan main. Tapi, bukan ini yang ingin kuceritakan.
Ceritanya begini, Hansen sedang ke Brunei, selama 11 hari. Kantornya baru buka perwakilan di sana, ia harus bertemu dengan duta besar dan sebagainya untuk mengurus surat-surat. Jadi aku menunggu saja di rumah, tapi kali ini ada tamu di rumah kami. Seorang gadis ...atau bukan? Namanya Rena (bukan Lena lho, walau kalau disebut kadang terdengar begitu) adalah sepupu Hansen. Dia ini masih 17 tahun, putih, tinggi (lebih tinggi 5 centi dariku sendiri), rambutnya yang lurus (rebonding) berujung beberapa centi di bawah bahu, dadanya besar, panggulnya bulat, pantatnya montok. Dan wajahnya cantik bukan main.
Dalam ukuran manapun juga, bahkan diriku sebagai seorang perempuan pun harus mengakui: Rena adalah perempuan yang bukan main cantiknya, muda, dan seksi bukan main karena cara berpakaian dan cara berjalan (oh ya, aku belum memberi tahu bahwa waktu Rena tiba, ia dengan anggun melangkah dengan sepatu yang haknya 15 centi). Erotis. Untung aku bukan laki-laki, dan juga bukan perempuan yang bernafsu melihat perempuan lain.

Minggu, 25 Desember 2011

The Lust


Lima hari kemudian…
Jaman sekarang, orang tidak lagi bisa berlama-lama berbulan madu. Apalagi untuk pegawai yang belum lama bekerja, cuti paling lama hanya tiga hari saja. Padahal, rasanya masih belum puas bereksplorasi dengan tubuh dan jiwa, karena vaginaku masih sakit setelah dimasuki di malam pertama itu.
Jadi, selama cuti, suamiku lebih banyak dilayani oleh mulut dan lidahku — setiap malam aku menjilat batang lelaki yang keras dan tegang, menikmati setiap lekukan kepalanya yang licin memerah mengkilat, merasakan asinnya mani yang menetes, seperti madu yang asin. Setelah kepalanya, aku lalu turun hingga ke buah pelirnya, lalu naik lagi, dan menghisap dalam-dalam.
Ya, aku bersetubuh dengan merasakan penis itu menyentuh bagian dalam rongga mulutku, sementara lidahku berputar-putar di kepalanya. Setelah beberapa kali hisapan, Hansen menegang. Mengejang. Menyembur. Dengan gelagapan, aku berusaha menelan semua mani yang ia keluarkan. Membuat apa yang keluar darinya menjadi bagianku, milikku. Diriku.
Sementara suamiku terkulai kelelahan, aku pun tertidur juga dalam pelukannya. Aku belum mengijinkannya menyentuh bibir kemaluanku, sebab rasanya masih perih kalau tersentuh. Entah apa yang salah: barangkali memang penis Hansen terlalu besar. Atau memekku yang terlalu sempit.

Malam Pertama

Tamu terakhir sudah pulang. Tak lama kemudian, orang tua kami pun pulang. Tinggal aku, Hansen, dan Meika, dan jam dinding menunjukkan pukul sepuluh lebih sepuluh. Aku duduk di sofa, di kursi panjangnya. Hansen duduk di hadapanku. Dan Meika sibuk mengunci pagar, mengunci pintu dan jendela, dan memastikan semua tirai jendela sudah tertutup rapat.
Tak lama kemudian, Meika kembali ke ruang tengah tempat kami berada. Dia memakai setelan hitam-hitam yang longgar, di tangannya sebuah handycam sudah terisi dan menyala. Meika sudah siap. Hansen kelihatannya masih grogi. Aku belum siap.
Ketika semua sudah pulang, di saat kami telah sah menjadi suami istri dan boleh melakukan hubungan yang senantiasa ditunggu-tunggu, pula sudah mengenakan pakaian pengantin yang paling seksi bagi suami tercinta, aku ternyata sama sekali tidak siap. Tanganku berkeringat dingin. Rasanya, seluruh pori tubuhku terbuka, dan aku menjadi begitu peka.
"Di," kata Hansen dengan lembut. Sentuhan tangannya di bahuku terasa seperti sumber kehangatan yang mengusir tubuhku yang menggigil. Aku hanya bisa memandang wajahnya, dan di situ aku menemukan wajah yang tampan. Gagah. Suamiku.
Oh ya, Hansen adalah suamiku. Aku ini miliknya.
Dan aku adalah istri yang beruntung, karena mungkin Hansen adalah pria yang paling lembut, a real gentleman, yang pernah aku kenal. Dia tidak asal terjang, walaupun aku tahu dia sangat menanti-nantikan saat ini. Aku tahu penisnya sudah mengeras sejak tadi, sudah siap memasuki celah sempit yang tidak pernah dilalui orang sebelumnya. Aku tahu, dia sudah sangat ingin masuk dalam diriku. Tapi dia masih begitu lembut, begitu sabar.

Pernikahan

Kerepotan sudah dimulai sejak enam bulan yang lalu. Bagaimana aku hendak memulainya? Terlalu memusingkan untuk dituturkan. Soalnya, dalam satu saat yang sama ada berbagai macam urusan dikerjakan sekaligus. Dan bagaimana aku mengatakannya?
Oh ya, maafkan aku. Kali ini aku ingin berbagi tentang hari pernikahanku. Hari yang sakral bagiku, jadi ingin kubagikan pada kalian, terutama yang mau menikah. Aku tahu, mungkin terasa membosankan… kalian ingin tahu tentang malam pertama? Baik, tetapi nanti dulu. Malam pertamaku tidak akan terlalu menarik, jika kalian tidak tahu bagaimana aku menikah. Ya, aku tahu mungkin di antara kalian sudah ada yang kawin, tanpa nikah. Tetapi percayalah, menikah itu sendiri adalah sesuatu yang amat seksi…
Dan aku bicara yang sebenarnya. Dimulainya dari baju pengantin. Baju gaun eropa. Tetapi aku bukan orang yang suka mengikuti kebiasaan secara persis, Hansen juga tidak. Sebaliknya, aku suka sesuatu yang menggairahkan…mengejutkan. Dan untungnya, orang tua kami juga tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Jadi aku dan Hansen memilih baju pengantin yang lain. Yang istimewa.
Untuk itu, aku dibantu oleh temanku yang pandai menjahit, Rika namanya. Aku memintanya menjahitkan baju pengantin untukku. Waktu itu Rika sampai membelalakkan mata, "kamu gila Di? Gue nggak pernah bikin baju gaun pengantin!" Tapi aku juga tidak butuh gaun pengantin seperti yang biasa, yang besar dan berat dan panjang merepotkan, dengan banyak payet-payet dan pernak pernik yang bikin gatal. Tidak, aku lebih suka model Amerika yang simple. Dengan belahan dada yang rendah, sedemikian rendahnya sehingga puting susuku nyaris tersembul keluar jika baju itu sampai melorot sedikit. Aku menambahkan aksen dengan bawahan yang berupa rok mini, benar-benar mini karena hanya sejengkal dari pangkal paha, lalu ditutup oleh ekor yang tidak begitu panjang, hanya sedikit menyapu lantai saja.
Hasilnya? Dari depan, seperti gaun biasa saja. Tetapi Hansen yang duduk di sebelahku dapat melihat pahaku dari bawah sampai ke atas, ke pangkal paha. Dan kau tahu apa rencanaku yang istimewa? Bisakah kalian terka?
Ini dia: aku tidak mengenakan celana dalam. Sedikit pun tidak. Gaun itu dibuat dengan karet yang persis menempel di pinggang, dan Hansen bisa menyelipkan tangannya dari samping dan meremas pantatku, kalau dia mau. Tentu saja waktu aku mempersiapkan gaun istimewa itu dengan Rika, aku tidak bilang apa-apa pada Hansen. Aku ingin menjadi kejutan yang menyenangkan, menjadi bingkisan istimewa yang dapat dibukanya nanti, sebagai istrinya yang sah. Menyenangkan, bukan? Memikirkannya pun sudah merangsangku…tapi kali ini aku harus menahan diri.
Kami juga memikirkan makanan yang tepat, yang tidak biasa. Kalian tahu ‘kan, kalau orang menikah biasanya menu makanan yang disajikan tidak banyak berbeda? Banyak lemak. Mie. Ah, itu membosankan. Jadi aku dan Hansen memilih menu makanan yang lebih banyak mengandung protein. Yang tidak banyak lemak, lebih banyak protein, dan beberapa kandungan yang diketahui sebagai penambah tenaga. Madu. Lebih banyak jahe dan bawang putih. Ada kopi ginseng. Dengan salad aprikot (betul nggak sih, aprikot termasuk salah satu bahan aphrosidiac?). Aku dan Hansen tidak bisa menahan ketawa setiap kali kami memilih menu berdasarkan pengaruhnya untuk meningkatkan stamina dan nafsu seks, termasuk beberapa butir telur ayam kampung setengah matang yang disajikan khusus di meja pengantin.
Dan nampaknya, orang-orang juga setuju-setuju saja dengan pilihan kami itu, mereka hanya senyum-senyum simpul. Yang paling semangat malah si Meika, yang tak henti-hentinya mencari resep penambah stamina seks dan menawarkannya sebagai hidangan penutup dalam acara resepsi nanti. Aku dan Hansen membayangkan, bagaimana nanti jika para tamu turut terangsang karena makanan yang mereka santap? Kasihan yang masih jomblo… Tetapi di luar dari keisengan itu, kami memilih menu yang lain daripada biasa, dan orang menyukainya. Ini tip untuk kalian: jangan jadikan hari pernikahan kalian biasa-biasa saja. Kalau memang harus repot dari beberapa bulan sebelumnya, buatlah sesuatu yang benar-benar tidak akan dilupakan orang, jadi jerih payah kita tidak sia-sia!
Tapi, aku harus berterus terang pada kalian: sex bukan urusan pertama. Yang pertama kali dalam menyusun semua ini adalah memastikan bahwa pria ini memang tepat bagiku, dan aku ini tepat baginya. Aku ingin pernikahanku berlangsung seumur hidup, jadi aku harus memastikan bahwa aku siap menerima kekurangannya. Ya, kekurangannya.
Kebanyakan dari kita siap untuk menerima kelebihan orang lain, tapi tidak mau menerima kekurangan. Salah besar: kalau mau menikah, justru kita harus bersiap-siap dengan kekurangan. Dan urusannya bukan soal sex, melainkan soal…duit. Keuangan. Aku tahu, Hansen baru lulus, belum mapan dalam bekerja. Aku tahu, aku sendiri harus bekerja, dan Hansen juga tahu itu. Ia harus menerima kenyataan, bahwa istrinya nanti juga menjadi seorang wanita karir. Lalu, kami bersepakat tentang bagaimana mengelola uang; yang penting adalah kepercayaan dan kepercayaan dan kepercayaan. Tidak ada pengaturan uang yang betul atau salah, yang ada adalah saling percaya atau tidak. Orang selalu membuat kesalahan dalam hal uang, masalahnya apakah dalam kesulitan karena kesalahan, satu sama lain masih tetap saling percaya?
Lantas, hal berikutnya adalah tentang keluarga. Hansen mempunyai keluarga — yang untungnya amat akrab denganku. Aku sendiri juga punya keluarga. Kalau kami menikah, kami akan membentuk keluarga sendiri: Hansen keluar dari keluarganya dan aku pun keluar dari keluargaku. Kami bersepakat, bahwa keluarga kami adalah keputusan kami sendiri. Tentu saja kami menerima semua masukan dan saran dari semua pihak, tetapi keputusan akhirnya ada di tangan kami berdua saja. Sendiri. Ini memberi cukup kebebasan kepada kami…dan penting untuk hubungan yang serasi. Termasuk seksualitas juga (buat kamu yang pikirannya ngeres melulu).

Hamil

Aku harus mengakui, bahwa gairah berahi dalam diri seseorang adalah api yang berkobar-kobar, dan membakar. Bukannya sekali atau dua kali aku berada hanya berdua saja dengan Hansen, dengan nafsu yang meledak-ledak, merasakan nikmatnya pelukan, nikmatnya ciuman. Di pipi, di dahi, di bibir, di leher, lalu turun ke dada. Ya, kalau sudah begitu aku tidak keberatan membuka bra agar Hansen bisa mencium dadaku yang membesar dan putingnya menjadi keras menegang, berlomba dengan penisnya yang mengeras.
Sekali waktu, berahiku begitu besar, sehingga aku membuka celananya, memelorotkannya, hanya agar dapat menyentuh penis yang merah berurat, dengan ujung yang basah mengkilat. Saat itu rasanya bibir kemaluanku pun sudah merekah, sudah begitu ingin merasakan diterobos penis yang indah. Dan tangan Hansen pun sudah menjamahnya, memainkan klitoris dan labia dan membuatku terbang ke angkasa. Ya, bukan hanya sekali aku orgasme di tangannya. Atau di mulutnya, ketika lidahnya menjulur keluar dan membuat klitorisku yang peka menjadi semakin keras seperti kacang, yang kemudian dikulumnya.
Aku tidak tahu, tapi gairahku itu besar. Masturbasiku hampir setiap hari, tetapi ternyata sama sekali tidak menolong meredam berahi. Bahkan sebaliknya, semakin lama aku semakin gatal ingin disetubuhi, ingin merasakan bagaimana nikmatnya penis itu, bukan hanya tangan-tangan ini saja yang bekerja di sela-sela paha. Jangan percaya kalau ada yang bilang masturbasi itu cocok untuk meredakan nafsu, sebaliknya, masturbasi membuatku semakin siap untuk melepaskan keperawanan. Siap untuk digagahi seseorang.

Pacaran

Secara alami, aku jatuh cinta sama Hansen. Rasanya tidak ada yang buruk atau kurang dari cowok satu ini: jantan, pintar, bisa membawa diri, ngomongnya enak, dan keringatnya harum. Bahkan ketika Hansen sedang basah, aku suka berada dalam dekapannya. Merasakan aromanya. Mendengarkan suaranya yang empuk. Dan biasanya, aku terangsang berat sehingga malamnya aku pasti bermasturbasi.
Tapi jangan pikir kami mengobral seks. Mungkin para cowok bodoh yang otaknya ngeres, maunya seks melulu. Tetapi aku mau bilang, justru kenikmatan pacaran ada dalam proses menahan diri. Dalam suasana berdua, hanya berdua saja, aku dan Hansen tidak lebih dari berpelukan dan berciuman. Dan sebagian besar waktu dipakai untuk ngobrol. Ngobrol. Dan ngobrol.
Aku suka bicara apa saja, karena aku juga suka membaca. Aku membaca Ayu Utami, hebat dia. Aku membaca Kierkegaard. Aku membaca Time. Setidaknya, apa yang Hansen baca, aku juga mau baca. Dia memang pintar, tapi aku juga pintar. Kami bisa membahas banyak hal sampai berjam-jam, dalam diskusi yang padat dan menggairahkan. Aku suka melihat gayanya berbicara, gerak kepalanya, tangannya, bahkan bola matanya. Aku suka melihat ia berbinar-binar menceritakan impian-impiannya, atau keprihatinannya, atau ide-idenya.
Dan aku juga suka joke-nya. Lelucon yang segar, yang cerdas. Bukan sekedar lelucon murahan tentang toket dan titit yang menjemukan, tetapi apa yang baru akan terasa lucu bila benar-benar dipikirkan. Dan setiap kali kami tertawa terbahak-bahak, lepas bebas. Betapa keren gayanya tertawa. Aku tak pernah bosan mendengar suara tawanya.
Setahun kami pacaran, barulah Hansen menyatakan dia cinta padaku. Dan aku cinta padanya. Hari itu adalah waktu-waktu di bulan November, yang langitnya serasa senantiasa mendung dan udara berbau air dan cemara yang tumbuh di halaman depan. Kami sudah ngobrol sepanjang sore, dan waktu sudah menjelang malam. Mungkin sekitar pukul setengah tujuh. Dan Hansen bilang, "Diana… aku cinta sama kamu."
Deg.
"Hansen…" (aku memang biasa memanggil namanya begitu saja) "aku juga cinta padamu."
Lalu kami berciuman.

Meika

Waktu itu adalah satu hari setelah ujian SMU terakhir selesai. Aku masih berseragam abu-abu, merasa puas. Setidaknya aku sudah mengerjakan semua yang aku bisa kerjakan, dan perasaanku mengatakan bahwa aku telah mengerjakannya dengan benar. Beban terakhir sudah berlalu. Tak bisa aku menahan senyum lega, jadi aku menggandeng Meika, berjalan dengan lega melalui kantin yang sepi, karena hari itu kelas-kelas 1 dan 2 libur.
Tetapi, sekosong-kosongnya kantin, masih ada beberapa anak di sana sini. Cowok. Dan mereka menatapku… tiba-tiba saja aku merasa hariku tidak secerah tadi. Mengapa mereka tidak menatap Meika? Bukankah dia yang cantik di sebelahku? Rambutnya yang shaggy, dengan rok yang lebih pendek dariku, dengan kancing baju paling atas terbuka, menunjukkan kulit yang putih bersih. Bukankah ia cantik sekali? Lihat hidungnya. Lihat matanya. Dan lihat bibirnya yang merah muda, menutupi giginya yang berderet putih. Anak SMU yang cantik bergandeng di sisiku. Tapi, kenapa mereka justru memandang padaku?
"Ka, cowok-cowok itu ngapain sih?" setelah kami berlalu dari lorong kantin yang menjemukan itu. Tiba-tiba saja aku merasa bete.
Tapi, kali ini sohibku itu tidak menolong, malah senyum-senyum kecil. Ia memandangiku. "Nanti," katanya, "kita kan punya banyak waktu. Kamu masih di tempatku ‘kan?"
Ya, tiga hari terakhir memang aku menginap di rumah Meika. Bukan apa-apa, aku mau belajar dengan baik. Di rumah ada dua orang adikku yang selalu ribut, lagipula ibu cenderung menyuruhku setiap kali ada kesempatan. Aku yang mau ujian, harus konsentrasi, juga harus istirahat. Tidak mungkin konsentrasi terus menerus. Dan kalau aku setiap kali istirahat disuruh membantu mencuci baju, kapan aku istirahatnya? Jadi, aku minta ijin untuk menginap di rumah Meika, yang senantiasa sepi. Apalagi hari-hari ini, karena ada sepupu Meika yang menikah di kota lain, jadi Hansen dan kedua orang tuanya pergi ke sana selama empat atau lima hari. Mereka berangkat tiga hari yang lalu, jadi paling cepat akan pulang besok sore, atau lusa pagi. Selama mereka pergi, aku menemani Meika belajar. Belajar, dan belajar.
Tapi hari ini ujian sudah selesai, dan aku berjanji untuk tetap menemani Meika di rumah sampai orang tuanya pulang.

Hansen

Gila, aku tidak tahu mengapa aku membuat blog seperti ini. Rasanya seperti orang bingung, yang tidak tahu mau berbagi dengan siapa. Dan kalau mau tahu, tidak biasanya aku seperti ini.
Gara-garanya dimulai dulu sekali… rasanya tidak lama setelah ulang tahunku yang ke tujuh belas. Masih kelas 3 SMU. Waktu itu, aku masih perawan ting ting yang penakut dan rada kuper, walau orang bilang aku cakep dan cowok-cowok mau berdekat-dekatan. Tapi, aku lihat mata mereka lebih sering melotot melihat dada, dan aku takut.
Kamu tahu, sebenarnya punya wajah cantik dan body oke juga mendatangkan kesusahan?
Aku lebih suka belajar. Aku sudah terbiasa menjadi juara kelas, mana ada waktu melayani cowok-cowok yang tahunya hanya mengajak cewek ke bioskop dan makan dan tak tahu malu mengajak nonton film bokep di tempat kost yang bau itu? Bukannya aku tidak tahu, tapi aku memilih untuk jadi kuper saja.
Sampai waktu itu, aku ketemu Hansen. Dia kakak Meika, sohibku yang baik dan cantik dan seksi dan ngajarin aku untuk dandan dan milih baju. Meika cantik, kakaknya ganteng abiss… aku sudah cukup merasa terpesona dengan kecantikan Meika, tapi melihat kakaknya seperti berada dalam mimpi. Dia waktu itu baru berumur 19 tahun, sudah mahasiswa. Baik, gentle, dan baru putus dengan pacarnya.
Meika membawa Hansen pertama kalinya waktu aku ulang tahun ke 17. Rasanya dapat kado yang hebat banget… dan percaya nggak, tadinya aku pikir cowok ini biar cakep tapi nyebelin, karena Meika pernah cerita kalau kakaknya sudah gonta ganti pacar berkali-kali. Malah ada cerita, salah satu cewek kakaknya dulu pernah ditiduri, walau tidak ada kejadian heboh sesudahnya. Memang dia cakep, tapi aku ogah berteman dengan cowok playboy, sekalipun dia itu kakak sahabatku sendiri.
Tapi aku salah. Hansen menyenangkan, dia humoris dan jokenya bersih, sama sekali tidak jorok. Dia pintar. Dan dia bersedia membantu Meika dan aku untuk siap-siap lulus SMU dan masuk universitas. Aku tadinya merasa cukup hebat dengan pelajaran, sampai aku ketemu Hansen dan menyadari bahwa masih ada yang lebih pintar. Oh ya, aku ketemu batunya, tapi hebatnya aku sama sekali tidak merasa tersinggung. Hansen begitu lembut, begitu pengertian… aku bisa merasa aman untuk menampilkan diri apa adanya. Untuk mengakui bahwa ada kalanya aku juga tidak bisa mengerjakan soal-soal latihan. Untuk mengakui bahwa aku juga butuh bantuan dalam studi.
Tak lama setelah pertemuan pertamaku di hari ulang tahun itu, bulan-bulan berikutnya aku jadi rutin datang ke rumah Meika untuk belajar, dibimbing oleh Hansen. Mula-mula hanya seminggu sekali, tetapi semakin dekat hari-hari ujian akhir, aku ke sana hampir setiap sore. Serius belajar, bahkan ngobrol pun tak sempat.
Ada yang kuingat tentang Hansen waktu itu. Rumah Meika mempunyai pekarangan belakang cukup luas dan diplester semen, kemudian dipasang ring basket di situ. Nah, kalo aku datang sore-sore, biasanya Hansen sedang berlatih basket sendirian, dribbling dan shooting. Biasanya pula, dia hampir selesai atau sudah selesai waktu aku datang. Tubuhnya basah berkeringat, dan herannya aku merasa keringatnya harum.
Coba, pernahkah menemukan cowok berkeringat harum? Bukan saja harum, tetapi menggairahkan. Merangsang, tapi aku waktu itu belum tahu soal terangsang. Pikiranku masih terfokus pada pelajaran, namun gambaran tubuh yang indah — kadang Hansen sudah bertelanjang dada menuju kamar mandi — tetap saja masuk ke otakku yang polos itu. Tapi sesudahnya kami belajar, tidak kurang dan tidak lebih.
Ah, mengapa aku menceritakan ini? Semoga tidak membosankan kalian.

Namaku Diana

Namaku Diana. Jangan tanya nama belakangku. Juga jangan tanya orang apa aku. Tidak penting. Mungkin, aku sebenarnya hanya ilusi, hidup dalam khayalan seseorang. Tetapi kamu toh tidak peduli kalau aku ada atau tiada, bukan?
Tetapi, jika aku melihat bayanganku di cermin, di situ ada sosok perempuan yang amat perempuan. Lihat, aku cukup langsing, dengan otot yang baik karena aerobik teratur. Kulitku putih. Rambutku lurus -asli, bukan rebonding- hitam panjang kecoklatan. Ujungnya menyentuh puting-puting dadaku, sepasang bukit yang membulat menantang. Kukira karena ukurannya tidak terlalu besar, maka bisa menonjol bulat seperti itu.
Dan aku mempunyai pinggang yang ramping. Nampaknya, perempuan sekarang banyak yang tidak peduli lagi dengan pinggangnya, karena sudah menunjukkan pusar mereka yang hitam berkerak itu. Bodohnya. Bukan pusar yang penting, melainkan pinggang ramping dan perut yang rata.
Dari pinggang ke bawah, ada sepasang kaki yang ramping pula panjang. Putih. Aku biasa mengolesinya dengan vaselin, untuk mempertahankan kekenyalan kulitnya. Lagipula, aku menikmati sentuhan dingin vaselin di paha-pahaku, kadang aku melumurinya hingga sekitar vaginaku dan menggosok kedua bibir luarnya. Enak. Kalau sudah begitu, aku meneruskan dengan menggosok klitorisku -orang bilang itu kacang perempuan- yang membuatku memuncak dan melayang tinggi. Orgasme.
Jadi, secara umum orang mengakui bahwa aku ini cantik dan seksi, tetapi sebenarnya aku sih merasa biasa saja. Malah aku kadang merasa iri melihat kemolekan cewek lain, apalagi bila kami sedang berolahraga voli seperti biasa, terutama di kamar ganti. Ah, tubuh mereka sungguh aduhai, sehingga aku yang perempuan saja merasa ingin membelainya.
Dan pada mulanya aku sendiri tidak pernah dibelai siapa-siapa. Biar umurku sudah 23 tahun di antara mahasiswi yang sudah jago ngeseks, aku ini masih perawan. Benar-benar perawan -bukan hanya utuh selaput daranya, tapi memang tidak pernah tersentuh lelaki. Bukannya aku tidak suka -kau tahu, aku mendambakannya- tetapi aku ini susah bergaul dengan laki-laki. Merasa minder. Dan aku tidak mau begitu saja disetubuhi orang, seperti beberapa teman cewekku.

Minggu, 22 Mei 2011

The QUICK and The WARMTH

Wuah. I've never been so alive (soalnya sudah selesai ujian).
Halo para pembaca CCS, maaf kalau saya mungkin sudah terlalu menyiksa pemikiran kalian dengan doktrin-doktrin yang tersirat dalam beberapa karya saya yang lalu. Hohoho, saya merasa keberadaan saya sedikit mengabur. Tapi TIDAK !! Karena saya adalah RAY !! A man whose heart is bloodless....
Buat yang baru join di CCS, nama saya RAY, umur 22 dan belum lulus. Sekarang di Surabaya, kuliah di sebuah universitas terkemuka dan menempati sebuah rumah kontrakan yang cukup untuk membuat semua mimpimimpi dan anganku menjadi kenyataan. Sejauh ini, jumlah gadisku masih #14, dan aku masih berkutat dalam hubunganku dengan KIRANI (yang jauh di luar perkiraan agak lama deadline-nya, padahal targetku setelah tahun baru..hehe) Aku jadi bingung menjawab permohonan kalian-kalian yang ingin `berguru' padaku..hahaha (konyol, soalnya aku saja masih harus banyak belajar). Dan sekarang ada sesuatu yang mungkin membuat kalian sedikit refresh dari cerita-ceritaku yang aneh. Lagipula sudah lama aku tidak mendapat kiriman caci maki dari kalian. Hehehehe.....


The QUICK and The WARMTH (kenangan akhir SMA, gadis ketiga)

"Kemana anak itu pergi ?"
"Wah, ngga tahu yah, Vin. Ke kantin kali."
"Dasar tuh anak."
"Kenapa sih ?"
"Uang kantin dia korup semua."
"Hah? Berapa ?"
Oh oh, dalam situasi seperti ini aku sebaiknya tidak memunculkan kepalaku. Untuk menghindari berbagai pertanyaan tentang uang yang pada kenyataannya sudah lenyap dari sakuku. Jadi kuteruskan saja berjongkok di bawah jendela luar kelas, berusaha untuk sedikit menikmati pemandangan sepeda-sepeda motor yang berjejer di depanku.
"Ra.."
"Sssshhhh....!!!", kugerakkan telunjukku ke depan mulut. Hari berjongkok, memandangku dengan penuh tanya.
"Nih, rokoknya."
"Berapa pak ?" tanyaku sambil berbisik.
"Empat Surya, satu Marlboro."
"Sip." ujarku sambil mengambil bungkusan plastik itu dari tangan Hari. Mengintip isinya sejenak, berusaha memastikan benda-benda yang terdapat di dalamnya.
"Ray, Marlboronya buat siapa ?"
"Ssshhh !! Ada deh."
"Raaaaaayyyy !!!!" Yaiks. Sebuah kepala muncul dari balik jendela. Lari. Kudorong tubuh Hari dan segera mengambil langkah seribu.
"Wah, kebetulan sekali."
"Hehehe..". Kutarik bibirku tersenyum, memandang wajah Yono yang berseri-seri melihat empat bungkus Surya di dalam kantung plastik di tangannya. "Jadi ?" tanyaku kemudian.
"Beres. Jangan khawatir. Semua beres." Bagus.
"Ada apa, Ray ?"
Kupandangi wajah gadis itu yang bertanya-tanya. "Ehm," kuambil sikap serius, "aku ingin ngomong sama kamu."
"Masalah apa ? Masalah bimbel kemarin ?" Bukan.
"Bukan, bukan itu."
"Lalu?" matanya tampak bingung. Aku menyukai gerakan matanya.
"Jangan-jangan..."
"Hey, tenang. Aku tidak akan memperkosamu." Setidaknya detik ini. Susan tertawa mendengar selorohanku. Maklumlah, soalnya sekolah sudah mulai terlihat sepi. Bahkan Yono yang biasanya sibuk mengunci pintu-pintu kelas sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Tentu saja.
"San." desahku perlahan. "Hmm ?" Ehm lagi. Semoga berhasil. Good luck, Ray. Seperti yang mereka ucapkan kepadaku sebelum mereka...

Wong

Akankah ada yang menikmati penuturanku dengan penuh penghayatan dan mencoba merenungkannya? Dua tahun berlalu sejak cerita ini terjadi. Kujadikan penghias dalam kehidupanku sehari-hari dalam gelimang cinta- cintaku. Semoga saja yang membacanya bisa mulai membuka pemikiran kalian tentang kenyataan kehidupan yang memang pahit, namun mengandung nilai dan makna yang indah dan luar biasa. Dan ingatkah kalian, akan penyesalan yang kalian dapatkan apabila orang yang kalian kasihi terlepas begitu saja, setengah jalan menuju impian kalian bersamanya? Ah, manusia, mengapa menikmati penderitaan itu di saat kalian bisa merubahnya menjadi kepuasan dan kebahagiaan? Apakah adat istiadat itu begitu kokohnya membelenggu kalian, sehingga memaksa kalian mengorbankan kepuasan dan kebahagiaan itu?
=WONG=
Jay, sahabat terbaikku
Aku mengenalnya sejak pertama kali kuliah. Saat itu aku sedang melakukan pendekatan dengan Chie. Perkenalan kami sangat singkat, namun dari tatapan mata masing-masing aku dan dia langsung menyelami arti sebuah keakraban. Karena seperti kata pepatah kuno, hanya setan yang mengerti setan. Waktu itu Jay juga sedang mengejar Chie. Jadi kami memutuskan untuk fair-play. Ah, memang teman lebih berharga dari pada pacar. Akhirnya kami bersepakat untuk mengabaikan Chie yang kemudian mengamuk dan memutuskan untuk mengikrarkan tali persahabatan antara kami bertiga. Jay, kembaranku. Jay, sahabat terbaikku.
Chie, gadis penuh pesona
Gadis yang satu ini sangat unik. Jarang mungkin kita melihat seorang gadis indo dengan kulit putih, hidung mancung, dan rambut kemerahan duduk menghabiskan waktu bersama teman-temannya di warung sate di pinggir jalan, dengan celana jeans sobek di lutut dan tangan yang melambai-lambai ke segala arah setiap kata-kata riang keluar dari bibirnya. Itulah Chie. Gadis kaya yang lebih suka naik beca daripada mercedes. Yang lebih suka minum es degan murahan daripada minuman- minuman mahal yang tersedia di kafe-kafe. Itulah sahabatku, gadis cerewet yang berbicara seperti kereta api, yang kukenal sejak penataran mahasiswa baru. Chia, sederhana di balik gemerlap kehidupannya. Chie, gadis penuh pesona..

Tanpa Judul

Prolog :
Kota X, pertengahan September 1996

Suasana  sepulang  sekolah merupakan suasana yang  cukup  menyenangkan apabila  semua orang bisa memandangnya dari sudut pandang  Mitha.  Dan Mitha  menikmati  setiap  peristiwa yang  terjadi  di  depan  matanya, merasakan tawa yang keluar dari bibirnya ketika melihat seorang  siswa menjatuhkan   jajanannya  dari  kantung  tasnya,   dan   menggelengkan kepalanya  ketika  melihat  dua anak yang  saling  berpegangan  tangan menyusuri lorong-lorong kelas dan tersipu malu tatkala beberapa  siswa yang berkerumun menyoraki mereka. Indahnya cinta. "Mitha," sebuah suara menyapanya, "maaf aku membuatmu menunggu." Mitha menoleh  dan  melihat Gara berlari-lari  kecil  menghampirinya  sambil terengah-engah.  "Ah, ngga apa-apa kok." jawabnya sambil lalu, toh  ia menikmati suasana ini. "Yuk."  Gara  menggamit lengannya dan menggandengnya  menuju  parkiran sepeda motor di depan sekolah.
Mitha  membiarkan  angin  menyibak rambutnya saat  sepeda  motor  Gara menelusuri  jalan raya menuju ke rumahnya. Tangannya terjulur  memeluk pinggang  Gara  erat-erat,  tangannya yang lain  memegangi  helm  yang menutupi kepalanya supaya tidak terbawa oleh angin saat mereka melaju. Mendadak Gara memelankan laju sepeda motornya. "Mitha," Gara berkata lembut, "kita cari tempat untuk ngobrol yuk." Mitha  mendesah mengiyakan dan merasakan kegalauan yang sejak  kemarin mengamuk di hatinya semakin menjadi-jadi.
Gara   membelokkan  sepeda  motornya  memasuki  sebuah   gang   kecil, menelusuri jalanan sempit itu, dan berhenti di pekarangan sebuah rumah kecil  yang  rindang  ditumbuhi pepohonan. Mitha semakin  kacau.  Gara menurunkan penopang sepeda motornya, menunggu sampai Mitha turun,  dan melangkah  ke  arah teras rumah. Mitha menggenggam tali  tasnya  erat- erat, mencoba mengusir galau hatinya dan mengikuti langkah Gara. Mitha mendudukkan  dirinya di atas kursi taman di depan Gara duduk,  menatap lurus ke ujung-ujung sepatunya.

Nia

Salam kenal,
Nama saya Ray, umur 22 tahun dan belum lulus kuliah. Pengalaman hidup saya yang cukup beragam menjadikan saya seorang `maniak', entah apapun maksudnya. Hobby-ku yang selalu mengganggu adalah menggoda wanita manapun, asal umurnya sekitar 16 s/d 30 tahun, merayu mereka, dan membuat mereka terengah di bawah tubuhku. Aku tinggal di Surabaya, di sebuah rumah kontrakan di daerah Rungkut Harapan bersama kedua temanku. Jangan mengira-ngira siapa aku, karena mungkin hanya dua orang temanku itulah yang tahu setiap cerita yang telah kutuliskan dan mengenalku. Oke, masih ingat Kirani? Dia gadis ke-14 ku. Ahh, sekarang dia sudah pulang ke rumah papa mamanya di xxxxxxxxxx, dan terus terang saja aku agak nganggur, dan tidak mempunyai pelampiasan atas hobby-ku. Pakai tangan? Ah, mending tidak... hahahaha. Lalu kuputuskan, daripada nganggur abis menunggu gebetanku datang, bagaimana kalau aku menceritakan kepada kalian tentang ...
NIA (gadis keempat)
Surabaya, 1998
Waktu itu aku lagi sendiri. Aku baru saja (sekitar sebulan) berpisah dengan salah seorang gadis yang sangat kusayangi. Ah, aku sendiri heran, mengapa perpisahan yang kali ini membuat aku sedikit sakit hati. Hari-hari terasa sangat berat tanpa kehadirannya, bahkan akupun punya rasa sedih akan kehilangan seseorang (setidaknya itulah yang kupikirkan saat itu). Aku jadi semakin sering menelepon Enni (kekasih pertamaku) walau hanya sekedar menceritakan betapa aku merasa sangat sendirian. Mungkin kalian pernah merasakan (paling tidak sekali) serius menjalin hubungan dengan seseorang, dan, begitupula aku. Pathetic, untuk cowok sepertiku. Tapi, yah, terkadang perasaan tak dapat selalu ditipu, bukan ?
Suatu hari aku (karena menganggur sekali) menghabiskan waktu luangku di toko buku Gramedia, di jalan Kertajaya, sekedar membaca-baca buku. Soalnya di sana satu-satunya toko buku bermutu di mana kita bisa membaca gratis.

Kirani

 Introduksi buat yang belum kenal...
Kenalkan, panggil saja aku Raymond (Ray). Saat ini berusia 22 tahun, dan kuliah di sebuah universitas terkemuka di Surabaya, dan belum juga lulus, heuheuehueh. Nah, begini. Aku sama sekali tidak merasa diriku ganteng (bohong), pandai, ataupun alim. Aku mantan pecandu (hampir semua sudah aku coba) yang berhasil rehab (yang ternyata banyak sekali gunanya). Hampir setiap hari aku melakukan hub. seksual dalam bentuk bagaimanapun, dan maaf-maaf saja, aku tidak pernah melakukannya dengan perek ataupun pelacur, tapi perawan kampus maupun anak SMU, dan terkadang tangan kiriku. Hehehehehe... tidak percaya? Ah.. itulah sebabnya. Aku merasa beruntung dilahirkan dari sebuah keluarga menengah, yang sanggup membelikanku sebuah city-z dan m35 untuk bekal kuliah. Hanya modal itu? Tidak dong. Modal utamaku = MULUT dan OTAK! Mau tahu caranya? Coba kuulas pengalamanku baru-baru ini.

Kamis, 19 Mei 2011

Kenikmatan di Villa

Kejadian ini sebenarnya terjadi tahun 1999, bertepatan dengan ulang tahun pacarku yang ke 20. Pacarku bernama Maria, dia wanita blasteran Menado-Belanda. Tentu saja wajahnya sangat cantik, ukuran tubuhnya adalah, tinggi 172 cm, berat 55 kg, payudara 38B. Payudaranya sangat seksi dan besar, belum lagi kulitnya yang putih bersih. Pokoknya dia mampu membuat saya gemetaran. Aku sendiri berumur 25 tahun, ciri-ciriku adalah, tinggi 178 cm, berat 68 kg, kulitku sawo matang, dan aku berasal dari Jawa. Sebenarnya aku sangat beruntung mendapatkan Maria, tapi selama 4 bulan pacaran, aku tidak pernah menyentuhnya lebih jauh. Aku hanya memberikan ciuman dan pelukan, aneh bukan...? Tetapi itu semua karena gaya pacaranku memang demikian. Aku tidak ingin merusak pacarku sendiri.
Maria kekasihku adalah wanita yang sempurna. Dia selalu memakai baju-baju ketat dan terbuka. Tentu saja keseksian tubuhnya akan terlihat jelas dan membuat semua pria ingin melahap tubuhnya, apalagi aku sebagai pacarnya. Orang-orang pasti berpikir bahwa aku pernah menyetubuhinya. Itu semua tidak benar, karena aku selalu mengendalikan diriku dan selalu menolaknya jika dia mulai menggodaku dan bermesra-mesraan denganku. Penolakan itu ternyata berakibat fatal, karena Maria mulai gencar melakukan gaya-gaya yang membuatku bergairah. Aku mulai merasa dia menjadikanku sasaran kepenasarannya. Mungkin karena sikap dinginku kepadanya. Aku bisa melihat dengan jelas kedua mata indahnya itu seakan memelas agar aku mau menyentuhnya dan membawanya ke surga kenikmatan. Tetapi tetap saja aku tepis.
Hingga akhirnya, ketika Maria akan berulang tahun dan merayakannya hanya denganku. Dia menyuruhku datang ke villa keluarganya, tentu saja tidak ada siapa-siapa kecuali pembantunya. Lalu pada malam harinya, aku datang dengan membawa seikat bunga untuk Maria. Pembantunya mempersilahkan aku duduk di ruang tengah, sementara itu dia memanggil Maria majikannya. Tiba-tiba dalam kesendirianku, aku dikejutkan dengan ciuman yang mendarat di pipi kananku dari belakang. "Eh.., udah datang..!" ucap Maria sambil duduk di sebelahku.
"Iya.., met ultah sayangku..." jawabku sambil memberikan bunga yang kubawa untuknya. Kedua mataku sibuk memperhatikan Maria, karena penampilanya sungguh luar biasa. Dia cantik sekali dengan pakaian sackdress-nya. Aku tidak mempedulikan ocehan Maria, karena konsentrasiku kini pada tubuhnya yang sexy. Aku tahu kalau Maria tidak memakai BH karena putingnya tercetak jelas. Hampir saja aku menggigit lidahku karena disuguhkan pemandangan seperti itu.

Senin, 16 Mei 2011

Bercinta dengan Pengemis Buta

Sandra
Suatu siang yang panas, kulihat seorang pengemis didepan rumahku sedang berteduh dari teriknya matahari yang panas. Saat itu hanya ada bi Yem dan cucunya si No, kacungku. Mereka ada dibelakang sedang istirahat. Karena kasihan, aku berjalan ke pagar depan dan kubuka pintu pagarnya. Kupanggil dia untuk masuk "Pak, ...pak..., mari masuk sini pak, diluar panas sekali loh...".
Dia menoleh kearah suaraku, setelah kuperhatikan, ternyata dia buta. Jadi tambah iba aku padanya. "Mari pak, aku tuntun masuk ya...". Kutuntun dia untuk masuk kedalam, "Terima kasih ya nak...",
Perawakannya kurus, kotor dan bau. Dia hanya menggunakan sarung yang udah butut dan baju yang compang-camping. Tangannya selalu memegang tongkat kayu dari potongan ranting pohon. Sesampai di dalam, kududukkan dia ruang tamu dan kuambilkan segelas air minum yang dingin, dia cepat-cepat meminumnya.

Wina, (NYARIS) KUPERAWANI

Perkenalanku dengan Wina (nama sebenarnya), kasir restoran khas Sunda, ketika aku menyelesaikan bill makan siangku. Aku ngotot membayar makananku sendiri ke kasir (lazimnya dibantu oleh waiter) karena tertarik sama gadis belia ini. Wina, seperti mojang Priangan lainnya berkulit putih bersih. Tak begitu tinggi, dadanya sedang tak begitu tampak ukurannya sebab tersembunyi dibalik baju seragamnya yang "sopan", Rok 5 cm di atas lutut memperlihatkan kakinya yang indah mulus. Dalam percakapan singkat sewaktu membayar, aku sempat memberikan nomor telepon kantorku. Kenapa aku nekat melakukan ini karena sewaktu aku makan, kami sering beradu pandang. Matanya agak jelalatan memperhatikanku. Siapa tahu bisa berlanjut.
"Ditunggu teleponnya" bisikku sambil melangkah keluar. Wina hanya senyum tipis tak menyahut.
Seminggu berlalu, telepon kantorku berdering. Wina nelepon ! Sebenarnya, Aku sudah hampir melupakannya. Setelah berbasa-basi, aku mulai menjalankan rencanaku.

Minggu, 15 Mei 2011

Pengalaman Pertamaku

Natalia
Perkenalkan, sebut saja namaku Natalia atau lebih akrab dipanggil dengan Lia saja. Saat ini aku kuliah di universitas swasta terkemuka di Surabaya, aku mengambil jurusan perhotelan dengan alasan karena di masa yang akan datang pariwisatalah yang akan menjadi primadona pengembangan industri di dunia.
Saat ini aku baru semester dua, jadi masih lama aku lulusnya. Aku berasal dari pulau Kalimantan tepatnya di Banjarmasin. Sejak masa kanak-kanak hingga masa remaja/SMU aku habiskan di Banjarmasin. Karena itu ketika ortuku memperbolehkan aku kuliah di Surabaya, akupun tak menolak bahkan kegirangan. Karena aku jauh dari orang tua, maka aku pun mencoba hidup mandiri, apalagi kiriman uang dari ortuku sering lambat + sering kurang, dibandingkan kebutuhan hidupku sehari-hari di Surabaya ini. Oh yah, aku sampai lupa memperkenalkan ciri-ciri fisikku. Aku bertinggi 170 cm berberat 50 kg, mungkin bisa dibilang aku ini cukup kurus. Aku memiliki rambut yang panjang hingga ke pinggang, dan aku suka sekali dengan rambut yang berponi, sehingga kubiarkan saja poniku menutupi dahiku. Teman-temanku bilang wajahku ini mirip dengan Charlie Yeung, cuma saja Charlie Yeung tidak berponi sedangkan aku berponi. Menurut temanku aku juga punya ukuran buah dada dan pantat yang cukup besar dan berisi. Apalagi aku rajin sit up sesudah dan sebelum tidur, juga sering ikut fitness di salah satu tempat fitness terkemuka di kota Surabaya. Jadi tak aneh bila bentuk tubuhku dari atas hingga bawah padat dan berisi. Walaupun aku hanya memakai bikini saja, tak terlihat lemak-lemak yang bergelantungan di tubuhku. Jadi bisa dibilang aku ini memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan Britney Spears, yaitu buah dada dan pantat yang cukup besar dan full berisi.

Pacarku Di Genjot Sama Penjaga Kebun Tebu

Cerita seks ini mungkin sedikit aneh karena cerita ini adalah sebuah pengalaman dari seorang yang sedang bermain di salah satu kota besar di jawa barat. mungkin cerita ini bisa dijadikan sebuah pengalaman hebat yang sangat jarang terjadi lagi mungkin. Tapi semua hal pasti akan terjadi apabila waktu yang berkata. Siang itu saya dan pacar saya baru saja pulang dari sebuah tempat wisata dikota Bekasi dengan menggunakan motor. Karena perjalanan yg lumayan jauh pacar saya bilang mau buang air kecil dulu. Akhirnya saya memutuskan untuk menepi disebuah warung kopi.
Setelah pacar saya turun dia tanya ke ibu-ibu penjaga warung. “Bu Kamar mandinya sebelah mana ya?”. “Dikebun belakang ada kamar mandi dek, Tidak jauh kok cm sekitar 500m”. Jawabnya “Oh terima kasih bu” dan tak lama dia menoleh kepadaku “Sayang kamu pesen minum aja dulu aku agak mules jadi mungkin agak lama”. “Baik lah” saya menjawab sambil tersenyum. Setelah turun saya pesan minum dan sembari menunggu saya ngobrol dengan si ibu mengenai asal usul kami berdua. Sekilas tentang kami berdua. Kami masih sama-sama menempuh kuliah disalah satu PTS ternama dikota M*****.

Internet Friend 07

Kali ini Rini akan menceritakan tentang si Bule satu-satunya yang pernah bercinta dengan Rini. Namanya Andrew, orang Belanda berumur 34 tahun. Kebetulan dia datang untuk liburan. Rini bertemu dengannya sebagai teman, tidak ada maksud apapun karena Rini sudah tidak mau membodohi diri sendiri dengan harapan harapan kosong yang pernah ada. Jadi, boleh dibilang Rini bercinta dengannya berdasarkan suka sama suka (waktu itu Rini sedang goyah banget sih, tidak peduli pada diri sendiri lagi.., dan memandang rendah diri sendiri).
Andrew sangat tinggi, hampir mencapai 2 meter lebih. Rini hanya mencapai di bawah dadanya saja. Matanya biru langit (tapi Rini lebih suka mata biru laut yang kelam), warna rambutnya coklat muda dan wajahnya biasa-biasa saja.
Malam itu aku menemani dia minum di cafe hotel tempat di mana dia menginap di daerah Matraman. Hotel baru yang cukup nyaman. Nama hotelnya aku sudah lupa tuh.., sepertinya aku sedikit mabuk ketika mengikutinya ke kamar untuk mengambil dompetnya yang ketinggalan, kami berencana ke HardRock cafe (aku belum pernah ke sana).

Internet Friend 06

Aku pernah bercinta dengan orang India. Namanya Ricky. Aku kenal dia dari net tentunya. Orangnya ramah dan tampan. Tidak seperti orang India pada umumnya, kulitnya bahkan lebih putih dari kulitku sendiri. Tapi seperti orang India pada umumnya, dia tinggi besar.
Ricky sama sajalah dengan cowok yang lain. Memberi harapan kalau dia akan membantuku, yang tentunya tidak pernah dia penuhi. Aku yang memang sudah putus asa, tetap saja tergoda dangan harapan palsu itu.

Internet Friend 05

Dalam petualanganku mencari bantuan dana untuk melunasi hutangku dengan teman internet bukan hanya dengan orang-orang dari manca negara. Orang lokal juga pernah. Aku ingat, namanya Rudy. Pertama kami hanya chatting biasa. Lalu dia mulai meneleponku di tengah malam. Kami bercinta via telepon. Suaraku yang katanya seksi sangat merangsangnya sehingga membuat dia ingin sekali bertemu denganku. Tapi aku menolak, karena dia sudah beristri. Saat itu istrinya baru habis melahirkan dan sedang isitrahat di rumah orang tuanya bersama bayi perempuannya. Tinggal dia sendiri di rumah.
Aku punya prinsip tidak akan mau menganggu cowok yang sudah berkeluarga ataupun sudah punya pacar. Pantang lah! Dia menawarkan bantuan yang tidak sedikit padaku jika aku mau bertemu dengannya dan membiarkannya melakukan anal, tentu saja aku menolak.

Internet Friend 04

Aku, Rini. pernah punya teman internet yang berusia setengah abad dan berakhir dengan bermain cinta. Malam itu aku di cyber café dan chatting. Dia yang duluan menyapaku. Ternyata dia orang Taiwan yang sedang business trip di Jakarta. Kami chatting sebentar. Pada saat itu aku sedang stres berat karena masalah hutangku. Seperti biasa layaknya cowok-cowok yang lain, lelaki setengah baya ini menawarkan bantuan. Dan seperti biasanya pula aku selalu percaya. Well, orang stres dan depresi selalu berharap walaupun sangat kecil kesempatannya. Kupikir, kalau dia mau berhubungan seks, yah kuberikan saja toh dia bukan orang yang pertama. Siapa tahu aku bisa dapat sedikit uang darinya. Ironis sekali pemikiranku saat itu.
Aku lupa namanya. Benar-benar lupa. Satu jam setelah chatting dengannya, aku pun berangkat ke hotelnya. Hotelnya dekat Mall Taman Anggrek. Seperti biasa, langgananku taxi Blue Bird yang sudah kuhafal mati nomor teleponnya.
Anggap saja namanya Tony. Pertama kali melihatnya, kesan yang kudapat adalah perutnya gendut sekali. Pasti berat menahan bebannya di atas tubuhku. Wajahnya terlihat keras dan tangannya besar serta kasar ketika dia menyambut tanganku untuk bersalaman. Langsung saja aku mengikutinya ke kamar hotelnya.
Sementara dia kembali sibuk mencari cewek-cewek Jakarta di internet, akupun nonton TV. Segera saja aku bosan karena dia sama sekali tidak mengajakku bicara. Sialan, aku dicuekin. Emang nikmat! Aku pun mengeluh ingin pulang saja. Segera dia matikan note book-nya dan duduk di sampingku, di bibir ranjang. Sambil berbicara mengenai dirinya sendiri yang sudah cerai dengan istrinya dan anaknya yang berusia belasan tahun sedang kuliah di luar negeri, tangannya yang kasar langsung saja meremas buah dadaku. Aku berusaha menghindarinya. Tak ingin rasanya aku disentuh olehnya.
Ketika aku hendak berdiri dan pergi meninggalkannya. Tiba-tiba dia menarik tanganku dengan kasar dan kuat. Dihempaskannya aku ke atas ranjang, segera dia menindihku dengan tubuhnya yang lumayan berat. Kedua tangan meremas buah dadaku dengan keras sekali, aku sampai merintih kesakitan. Tiada aku merasa nikmat sama sekali.

Internet Friend 03

Rini namaku (Bukan nama sebenarnya). Aku berasal dari Kalimantan Barat dari sekarang ini sudah pindah ke Jakarta bersama keluargaku. Aku kehilangan kegadisanku saat berusia 15 tahun (Well, dengan cowok pertamaku tentunya, alasannya klise, demi cinta). Aku ingat benar tiap cowok yang pernah berhubungan seks denganku. Setelah dua tahun meninggalkan cowokku yang pertama (dia cowok brengsek!), aku baru berhubungan seks lagi dengan cowok lain. Cowok kedua yang pernah menikmati tubuhku, adalah saudara sepupuku sendiri yang usianya 5 tahun lebih muda dariku. Dua tahun kemudian baru aku berhubungan kembali dengan cowok yang lain.
Cowok yang ketiga adalah teman internetku. Namanya Wayne. Orang Vietnam keturunan Chinese dan usianya setahun lebih tua dariku. Dia adalah teman internet pertama yang pernah menikmati tubuhku. Saat itu aku berusia 22 tahun, berada di Melbourne untuk kuliah. Aku suka sekali chatting dengan Wayne yang berada di Brisbane. Awalnya kami cuman ber-cyberseks-ria. Dia adalah 'pelanggan' tetapku. Setelah beberapa kali cyber seks, kami pun mulai berphone seks ria.
Setelah hampir dua bulan perkenalan kami, tiba-tiba saja dia mengirimkan tiket pesawat dan uang saku untukku. Katanya dia ingin sekali bertemu denganku. Kamipun sepakat bertemu di Gold Coast karena dekat dengan Brisbane. Beberapa hari menjelang keberangkatanku ke Gold Coast, kami bersepakat tidak akan ber-phone sex atau pun masturbasi biar pas ketemunya kami tambah hot.
Aku sedikit tegang untuk bertemu dengannya. Kami sama sekali tidak pernah saling mengirim photo. Hari itu, di Gold Coast, aku menunggunya di kamar motel di mana aku menginap. Lewat handphone, aku menelepon ke rumahnya dan ternyata dia belum pulang kuliah. Lalu sekitar setengah jam kemudian, handphone berdering. Terdengar suaranya ketika kuangkat, katanya dalam satu jam dia akan tiba di tempatku setelah kukatakan nama motel dan nomor kamarku.
Deg-degan rasanya menunggu detik demi detik, menit demi menit. Aku berusaha membayangkan dia itu jelek sekali sehingga aku tidak akan terlalu kecewa bila bertemu dengannya. Satu jam sudah berlalu tapi dia tidak kunjung datang. Di kamar motelku ada dua ranjang. Satu single bed dan satunya lagi double bed. Sepertinya kamar yang kutempati adalah untuk keluarga. Karena semalam aku tidak tidur sama sekali, akupun jatuh tertidur di atas single bed yang nyaman serta empuk.
Sekitar hampir setengah jam, tiba-tiba terdengar suara memanggil namaku. Kutahu dia setengah mengantuk, kusuruh ia masuk karena pintu kamar sengaja tidak kukunci. Belum sadar penuh, samar-samar aku melihat seorang lelaki masuk, melempar tasnya begitu saja langsung berjalan ke arahku. Yang kuingat kemudian, orang itu memelukku, erat sekali. Kubuka mataku lebar-lebar menatap wajahnya ketika dia selesai memelukku. Wajahnya ternyata cute dan alisnya tebal.
"Wayne?".
"Yah,.. Saya Wayne, kamu manis sekali Rin?"
Mendengar pujiannya aku cuman bisa tersenyum. Lalu ia pun pergi menutup pintu kamarku yang lupa ia tutup tadi. Sambil tersenyum simpatik dia menghampiri diriku lagi. Tiba-tiba saja dia mencium bibirku, diisapnya bibirku sehingga aku mendorong lidahku keluar, langsung saja dia mengisap lidahku begitu pula sebaliknya, aku memancing lidahnya masuk ke dalam mulutku sehingga dapat kuisap ke dalam mulutku. Lidahku suka sekali menjelajahi dalam mulutnya seakan-akan mengoda lidahnya untuk bereaksi dengan lidahku.
Wayne menghentikan ciuman kami dan ditatapnya buah dadaku. Kedua tangannya terangkat dan meremas kedua belah buah dadaku. Hatiku berdesir seakan disengat listrik ketika merasakan remasan tangannya. Dua tahun aku tidak disentuh oleh laki-laki, ini benar-benar bagaikan pertama kali saja. "Rin, payudaramu sungguh lembut dan besar!" pujinya membuatku terasa melayang apalagi jarinya menemukan putingku yang bereaksi dengan remasan tangannya. Nafasku mulai memburu begitu pula nafasnya.
Lidah Wayne menjelajahi leherku sambil tangannya masih meremas-remas buah dadaku. Tanganku tidak tinggal diam. Tangan kiriku meraba-raba dadanya lalu ke bawah, ke selangkangannya. Kuremas gundukan yang menonjol keluar dari celana jeans-nya. Wayne memutuskan untuk membuka kancing kemeja biru yang kukenakan. "Silakan, kalau kamu mau memandang langsung payudaraku!" bisiknya. Kubantu ia membuka kancing kemejaku. Aku memakai BH hitam waktu itu. Buah dadaku yang lumayan besar sepertinya akan mencuat keluar. Wayne membuka t-shirt dan celana jeans-nya dan hanya mengenakan kolor yang berwarna coklat. Ditarik tanganku dan didorongnya tubuhku ke atas ranjang yang lebih besar. Baru disadarinya kalau aku dari tadi ternyata hanya mengenakan pakaian dalam dan kemeja. Kini dengan pasrah aku berbaring di atas ranjang dengan pakaian dalamku saja yang berwarna hitam.
Dengan gemas dia menindihku dan menciumi belahan dadaku yang dalam. Tangannya meremas-remas pantatku. Dengan giginya dia melepaskan salah satu tali BH-ku. Putingku yang berwarna coklat muda pun mencuat keluar akhirnya. Seperti bayi saja dia langsung saja mengisap putingku dan digigitnya sehingga aku mengerang antara sakit dan nikmat. "Aakkkhh... hmm... Wayneee"
Tangan kanannya berpindah ke selangkanganku. Celana dalamku sudah basah karena cairan kewanitaanku. Tiga jarinya ditekan-tekan dan di gosok-gosok di antara selangkanganku. Benar-benar membuatku terangsang sekali. Sedangkan tangan kirinya meremas-remas buah dadaku yang sebelah kanan. Buah dadaku yang sebelah kiri masih diisapnya dengan rakus. Setelah beberapa detik kemudian, dia melepaskan celana dalamku dan celana dalamnya juga. Tanganku segera meraih batang kemaluannya yang tidak begitu besar tapi tegak sempurna. Kugenggam erat batang kemaluannya dalam tanganku dan kuremas-remas. Kali ini aku mendengar dia mengerang nikmat, "Ooohh... Nikmat sekali"
Setelah itu dia pun membuka BH-ku. Membebaskan buah dadaku dari himpitan BH. Dibenamkan wajahnya di antara buah dadaku sambil lidahnya menjilat jilat. "Waynneee... hmm... oohh", kugigit bibirku menahan nikmat ketika jarinya menggelitik bibir liang kewanitaanku dan mulutnya sibuk menjilat dan mengisap putingku bergantian.
Melihat aku sudah begitu terangsang. Wayne segera saja memakai kondom, dibuka lebar-lebar kakiku dan ditusuknya batang kemaluan ke dalam liang kewanitaanku yang telah basah sekali. Pertama kali merasakan tusukan batang kemaluannya, aku benar-benar merasakan bagai disengat listrik. Baru kusadari, setelah dua tahun, aku benar-benar merindukan tusukan batang kemaluan dari seorang laki-laki di liang senggamaku. Aku dan dia sama-sama mengerang nikmat saat itu. Lalu yang kuingat, Wayne mulai menggerakkan badannya naik.. turun, naik.. turun. Setiap gerakannya benar-benar membawa nikmat bagiku. Lalu diangkat kakiku sehingga membebani kedua pundaknya. "Oooohh... uugghhmm", benar-benar nikmat sekali. Terasa sekali batang kemaluannya menusuk liang kewanitaanku dalam sekali.
"Ohh Rini... indahnya hidup ini.., kalau aku bisa bersetubuh denganmu terus! Ooohh... ini lebih indah dari telepon seks!"
Wayne terus saja mengenjotku dengan batang kemaluannya. Matanya merem-melek menikmati batang kemaluannya.
"Genjot terus.."
"Uggh.. uuuggghh... Ooouuuggh.. ugh.. uggh"
Gerakannya semakin cepat dan keras. Terdengar suara-suara 'basah' setiap buah pelirnya bertemu dengan lubang pantatku. Keringat kami mengucur deras. Buah dadaku bergerak naik.. turun, naik.. turun dalam himpitan pahaku disetiap genjotan Wayne.
"Riniii... oooh.. terus.., aku hampir sampai oouuuggh" Wayne segera menurunkan kakiku dari pundaknya. Tangannya meremas buah dadaku dengan keras sehingga aku menjerit kesakitan dalam nikmat. "Aarrrgghh.. waynee!"
Tubuh Wayne mengejang sebelum akhirnya jatuh lunglai di atas tubuhku. Kurasakan keringatnya dan keringatku bercampur aduk. Diciuminnya pipiku dan membiarkan batang kemaluannya mengecil di dalam liang kewanitaanku. Dengan sendirinya batang kenikmatannya pun permisi keluar dari liang senggamaku yang masih berdenyut-denyut minta ditusuk lagi. Malamnya kami kembali berseks ria lagi dan lagi.
Keesokkan siangnya, Wayne tampak tidak bersemangat melayani nafsuku. Katanya kepala batang kemaluannya rasanya sakit sekali. Aku tidak kehabisan akal. Aku ingat ketika aku sakit gigi, aku suka sekali memakai es batu untuk mengusir rasa sakit walaupun cuma sebentar. Kuambil es batu dari lemari es dan kutaruh semuanya di atas mangkuk.
Wayne sudah bugil saat itu dengan batang kemaluannya yang sudah tegang. Kumasukkan salah satu es batu dan kugigit-gigit sehingga hancur di dalam mulutku. Lalu lidahku yang dingin pun menjilat batang kemaluannya. Kulihat Wayne gemetar dibuatnya. "Dingin!. ooohh... apa yang kamu lakukan!" tanyanya. Aku tidak menjawab. Hanya tersenyum dan meneteskan air es ke atas kepala kemaluannya lagi. Lalu kujilat, jilat, jilat dan jilat dengan lidahku yang mulai hangat lagi. Kumasukkan bongkahan kecil es batu ke dalam mulutku, lalu tiba-tiba saja kuisap batang kemaluannya ke dalam mulutku. Wayne merintih nikmat. "Oohh Rinnn that.. really so uuuggh.. niceee"
Aku terus saja mengisap dan menjilat batang kemaluan Wayne dengan es batu di dalam mulutku. Wayne terus saja merintih dan mengerang nikmat tiada hentinya. Jariku yang dingin bekas air es menyentuh pelirnya dan meremas lembut. Wayne mengerang tambah gila saja. Tangannya meremas kuat sekali pada bantal dan sprei. Kakinya mengejang terus-menerus menahan nikmat yang kuberikan dari mulutku yang dingin.
"Feeling better?" tanyaku iseng sebelum memasukkan es batu yang lain ke dalam mulutku. Wayne hampir saja tidak dapat menjawab, "Eeehh yes" jawabnya susah payah karena aku kembali mengisap batang kemaluannya dengan batu es yang masih utuh di dalam mulutku. Gerakan kepalaku kali ini kupercepat naik turun. Tanganku terus saja memijit-mijit pelirnya. Nafas wayne semakin berat dan memburu. Aku tahu dia sudah mau keluar. Kuperlambat isapanku lalu kupercepat lagi. Mempermainkan batang kemaluannya seperti itu benar-benar membuatku tambah gemas dan terangsang saja.
"Rinn.. cepat hisap.." mohon Wayne akhirnya aku mempercepat isapan batang kemaluannya. Kutarik keluar batang kemaluannya dari mulutku dan kuisap masuk lagi. Kubiarkan mulutku kehabisan es batu. Kuberanikan diri menelan cairan es batu yang bercampur dengan cairan batang kemaluannya yang asin. Sungguh, baru pertama kali ini aku menikmati melakukan oral seks. Terhadap mantanku, aku tidak pernah menyukainya.
"Uuuhhgg.. ooohh yesss.. uugghh.. ooohh.. oooh.. arrghh.. arrgh", rintihan Wayne semakin tidak beraturan saja, tapi aku terus saja mengisap batang kemaluannya dengan mulutku yang mulai hangat, "Oooh.. hisap sekarang!"
Kaki Wayne mengejang tegang dan batang kemaluannya yang berada di dalam mulutku bergetar. Aku mengambil inisiatif terus mengisapnya. Air maninya menyemprot keluar dalam mulutku. Kuputuskan untuk menelannya. Ah, ternyata rasanya nikmat juga, seperti air kelapa saja cuma agak asin. Kuisap habis air maninya tidak setetes pun yang lolos dari jilatanku.
Kupanjat tubuh Wayne dan tersenyum puas padanya. Aku puas dapat memuaskannya. Diciumnya bibirku. Lima belas menit kemudian, batang kemaluannya tegang lagi dan kali ini batang kemaluannya ditusukkannya ke dalam liang kenikmatanku dari belakang. Empat hari dengan Wayne, tiada hari tanpa seks. Aku sering memberikannya blow job dan dia pun sering menyiksa nikmat liang kewanitaanku dengan jari dan batang kemaluannya. Memang setelah berkali-kali kami bercinta, cuma sekali aku mencapai puncak. Saat itu posisinya aku yang di atas menaiki tubuhnya. Tapi bercinta dengan Wayne adalah salah satu petualanganku yang murni karena aku berseks ria dengan rela dan sepenuh hati. Bukan lantaran kepingin ditolong untuk melunasi hutangku (pada saat itu aku belum punya hutang). I really enjoy it. Wayne sekarang sudah menikah dan tinggal di Sydney.


Internet Friend 02

Di ceritaku yang terdahulu, aku bercerita tentang Francis, salah seorang teman internetku. Kali ini teman internetku yang lain, namanya Wong. Dia adalah teman internetku dari Malaysia, JB. Aku mengenalnya pada awal tahun 1998 dan bertemu dengannya setahun kemudian.
Ayahnya seorang yang cukup berada, makanya aku mengharapkan dapat meminjam uang darinya. Karena hutang yang melilitku benar-benar membuatku menemui jalan buntu. Sementara itu aku belum juga mendapat pekerjaan.
Wong usianya setahun lebih tua dariku. Sebelumnya aku sempat menjadi cybergf-nya. Tapi kemudian memutuskanku setelah 4 bulan kami bersama secara cyber. Terus terang saja, dia sering menelponku dari Malaysia ke Jakarta hanya untuk telepon seks denganku.
Di pertengahan tahun 1999, dia datang ke Jakarta menemani tamu ayahnya, entah dalam rangka apa. Dia menginap di salah satu hotel terkenal di Jakarta. Seperti layaknya aku menemui Francis dulu, tengah malam aku menunggunya di lobi hotel. Kami bertemu di lobi hotel tempat dia menginap. Kulitnya sedikit gelap untuk keturunan Chinese, well, aku pun demikian. Badannya tegap namun sedikit gemuk. Wajahnya tidaklah terlalu tampan.
Setelah menyalamiku, dia pun mengajakku ke kamar hotelnya. Kutahu apa yang akan terjadi dan aku bersedia menerima resikonya. Yang penting bagiku adalah mendapatkan sedikit pinjaman darinya. Gayanya yang begitu sombong tidak kupedulikan.
Di kamarnya kami nonton TV sambil ngobrol di atas sofa. Kamar yang di tempatinya cukup luas. Suasana begitu kaku sampai akhirnya dia menyuruhku melepaskan jaket kulitku (saat itu aku mengenakan jaket kulit, t-shirt dan jeans warna hitam). Aku pun melepaskan jaketku. Kutangkap matanya menatap buah dadaku yang ukurannya memang lumayan besar tapi kucuekin saja.
Dia mulai menanggalkan celana panjangnya yang berwarna coklat. Tinggallah celana pendek. Kemudian dia duduk lagi di sampingku. Kami kembali membicarakan tentang hutangku. Dia bilang akan mempertimbangkan akan membantuku atau tidak. Aku cuma bisa tersenyum kecut. Ingin rasanya aku menangis tapi kutahan.
Wong mengeluh merasa letih. Ditariknya tanganku mengikutinya ke atas ranjang. Dia minta aku memijitnya. Kuikuti keinginannya. Tubuhnya menelungkup di atas ranjang kemudian kedua tanganku mulai memijitnya.
Sekitar 15 menit aku memijat punggung, leher dan kakinya sampai akhirnya dia bilang cukup. Aku hendak beranjak kembali ke sofa, tapi tangannya menarikku kembali ke ranjang hingga tubuhku jatuh ke sampingnya. Akhirnya kubiarkan diriku berbaring di sampingnya sambil mataku menatap TV yang masih menyala. Aku pura-pura menikmati film yang sedang ditayangkan. Kurasakan dia mulai mendekapku selayaknya aku ini guling. Tangannya meraba buah dadaku. Jari-jarinya berkeliling di sekitar buah dadaku mencari putingku dan dia menemukannya. Karena putingku bereaksi dengan remasan tangannya atas buah dadaku.
Mataku tetap kutumpukan pada TV. Ia mulai mengesek-gesekkan batang kemaluannya ke pahaku. Nafasnya mulai memburu dan lidahnya mulai dimainkanya ke telingaku. Tanpa kuinginkan aku merasa cairan hangat keluar dari liang kewanitaanku menembus celana dalamku. Sepertinya aku mulai terangsang, apalagi jari-jarinya mulai meremas dan memilin putingku yang mengeras. Sepertinya dia tahu aku mulai terangsang. Tiba-tiba dia menciumku dengan mulutnya yang bau rokok. Lidahnya dijulurkannya sehingga mau tidak mau aku pun mengisap lidahnya. Wong melenguh, batang kemaluannya terus digeseknya ke pahaku. Aku merasakan batang kemaluannya sudah mengeras dan makin besar saja. Aku merasa tubuhku gemetaran karena terangsang. Dia menindihku dan menyingkap t-shirt-ku menutupi wajahku.
Tiba-tiba aku merasakan Wong menggigit putingku. Aku mengerang pelan kesakitan. Wong menarik 'piring' BH-ku ke bawah lalu yang kurasakan kemudian lidahnya dengan lincah menjilat-jilat putingku. Nafasku jadi semakin berat dan memburu. Rangsangan yang kudapat sungguh tidak terhingga enaknya. Lidahnya begitu kuat menjilat putingku bergantian. Dia mulai mengisap putingku, ditariknya putingku sembari terus mengisap. Aku mengerang nikmat, "Ohmm... uggghhm....."
Tidak lama kemudian dia berhenti mengisap putingku. Yang kutahu kemudian dia melepas celananya dan celana jeans-ku. Kami berdua telanjang bulat di atas ranjang yang empuk. Diremasnya buah dadaku dengan ganas sebelum mulutnya kembali melahap putingku bergantian. Dipeluknya diriku dan membalikkan badan sehingga kami berubah posisi.
Kini giliran tubuhku yang menindih tubuhnya. Instingku memberitahukan aku harus melayaninya. Kutarik putingku keluar dari mulutnya meskipun ia masih asyik mengisapnya. Aku mencium lehernya, putingku menyentuh puting kecilnya. Wong segera mendekapku. Kudorong tubuhnya setelah kuberikan cupang dekat bahunya. Lidahku berpindah memainkan putingnya. Kutekan lidahku ke puting susunya yang kecil mungil itu dan kujilat.. jilat.. jilat .. jilat dan isap.. isap.. isap. Kugigit putingnya pelan sambil jari kukuku sibuk menggaruk puting satunya. Kudengar dia mendesah keenakkan. Batang kemaluannya yang menyentuh perutku terasa makin tegang saja. Kucuekin batang kemaluannya untuk sementara selagi aku asyik mempermainkan putingnya.
"Hisap dong batang kemaluanku! ooohh", terdengar desahannya memintaku mengisap batang kemaluannya. Lidahku pun berpindah menjilat kepala kemaluannya. Baunya khas. Kujilat kepala batang kemaluannya. Kuisap kepala kemaluannya ke dalam mulutku. Lalu kudorong lidahku ke lubang spermanya. Tanganku meremas buah pelirnya pelan seakan-akan memijit. Aku tidak ingin bermain terlalu lama dalam oral seks kali ini. Aku segera merangkak ke atas tubuhnya, setengah berlutut di atas badannya. Kuarahkan batang kemaluannya mendekati liang kewanitaanku yang sudah basah sejak tadi. Tidak langsung kumasukkan, kugunakan kepala kemaluannya menggaruk-garuk bibir kewanitaanku dulu sehingga membuat Wong tambah terangsang dan merem-melek dibuatnya.
"Rin... Kita mulai yuk!" serunya, tiba-tiba mengangkat pantatnya sehingga batang kemaluan menerobos masuk ke dalam liang kewanitaanku. Bersamaan kami menjerit nikmat. Kudiamkan sebentar batang kemaluannya di liang kewanitaanku, lalu aku mulai mengangkat pantat sehingga batang kemaluannya mulai meninggalkan liang kewanitaanku dan kuturunkan pantatku lagi hingga batang kemaluannya masuk lagi menerobos masuk ke liang kewanitaanku yang hangat.
Aku mulai mengerakkan pantatku naik turun, buah dadaku yang besar juga naik turun, naik turun mengikuti gerakanku. Batang kemaluannya terus masuk.. keluar.. masuk.. keluar.. masuk.. keluar liang kewanitaanku. Gerakanku sengaja kulambat-lambati tapi kemudian akupun mempercepat gerakanku. Tangannya meremas pantatku sambil menolongku mempercepat genjotanku.
"Arrhh.. ooh.. oooh... ooohh.. yah.. ooohh... goyangin.. oooh..Riniii...kuperkosa kamu sekarang .. .arrrgghh... uugughh.. arrrgh!"
Wong terus mengerang keenakkan. Salah satunya meremas buat dadaku dan mencubit putingku. Ketika sedang asyik-asyiknya aku merasakan batang kemaluannya di dalam liang senggamaku, tiba-tiba Wong mengangkat pantatku, dilemparkannya tubuhku ke samping. Segera ia mengocok batang kenikmatannya dan spermanya keluar menembak ke arah perutku. Kulihat tubuh Wong mengejang. "Ooohhrrrh!", rupanya dia tidak mau aku hamil karena waktu itu kami tidak memakai kondom. Segera dia bangkit langsung ke kamar mandi membersihkan badannya. Setelah itu aku pun ikut membersihkan tubuhku. Di kamar mandi aku menangis tanpa suara, kugosok sabun berkali-kali membersihkan tubuhku. Betapa aku merasa hina dan kotor.
Setelah aku kembali berpakaian, Wong langsung menanyakan jam berapa aku akan pergi. Aku merasa tersinggung sekali hampir saja aku kembali menangis tapi berhasil kutahan. Aku bilang aku akan pergi menjelang pagi. Wong berjanji dia akan menghubungiku sebelum kembali ke Malaysia. Kuiyakan dengan anggukan kepala.
Wong memang meneleponku sebelum dia kembali ke Malaysia, JB. Katanya, dia baru akan membantuku kalau aku benar-benar sudah kepepet sampai ke pengadilan. Kembali lagi, aku cuman bisa tersenyum kecut.


Internet Friend 01

Anggap saja namaku Rini. Tahun ini aku berusia 25 tahun. Pertualangan cintaku cukup banyak, setidaknya menurutku. Kebanyakan cowok-cowok yang pernah bercinta denganku kukenal dari internet. Salah satunya bernama Francis, dia berumur 30 tahun, orang Singapore yang datang ke Jakarta untuk bisnis. Aku mengenalnya cukup lama via internet sebelum bertemu dengannya. Saat itu aku sedang kesulitan keuangan (sekarang pun sebenarnya masih) dan dia menawarkan bantuan. Maka dari itu aku tidak keberatan ketika dia minta bertemu di kamar hotelnya setelah ia selesai meeting dengan partnernya. Saat itu umurku sekkitar 23 tahun.
Setelah kutunggu-tunggu akhirnya teleponku berdering menjelang tengah malam. Ternyata dari Francis. Sebetulnya dia kurang setuju aku ke hotelnya sendirian pada tengah malam begitu. Tapi kuyakinkan dia bahwa aku telah terbiasa keluar malam dan taksi yang kugunakan adalah taksi yang terkenal amannya, Blue Bird.
Menjelang jam satu subuh aku tiba di hotel tempat dia menginap. Hotelnya terletak daerah Slipi. Tidak terbayangkan olehku kalau Francis orangnya cukup tampan, tinggi dan putih bersih. Senyumnya yang khas sempat membuatku simpatik padanya. Kami pun ngobrol di dalam kamarnya yang lumayan luas. Pertama dia sibuk dengan note book-nya mengerjakan perkerjaannya, sedangkan aku duduk di atas ranjang asyik dengan acara TV yang 24 jam. Setelah dia selesai dengan pekerjaannya, dia pun menfokuskan perhatiannya kepada ceritaku. Bagaimana aku bisa kesulitan uang dan berhutang hingga berpuluh juta. Aku bercerita sampai aku menangis. Dia pun memelukku menenangkan diriku.
Tidak lama kemudian, dia permisi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Sebelumnya dia mengenakan jeans dan kaos oblong. Dia hanya mengganti celana jeans-nya dengan celana pendek. Dengan santai ia membaringkan dirinya di atas ranjang sembari memelukku. Lalu aku mulai bercerita tentang masa laluku yang cukup kelam. Bagaimana aku merasa canggung orang memperlakukanku karena aku mempunyai payudara yang cukup besar (36C). "Sebesar itukah payudara kamu?", tanyanya setelah aku menjawab pertanyaannya mengenai ukuran BH-ku. Aku tersenyum dan mengangguk. "Boleh aku melihatnya?" Kutarik leher kaos oblongku hingga ia dapat mengintipnya sedikit. "Wow, emang besar!", decaknya, akupun tertawa. "Ada orang punya yang lebih besar dariku dan lebih indah!", tanyaku penasaran. "Setidaknya payudaramu yang terbesar yang pernah kulihat!", gelaknya, lalu mulai lancang meremas payudara kiriku dengan tangan kanannya. Aku tidak menepis tangannya malahan merapatkan diri. Reaksiku membuat dia tambah berani. Dia mencium bibirku dan lidahnya dengan lincahnya masuk mempermainkan lidahku. Kusambut ciumannya tidak kalah hotnya. Kunikmati sentuhan yang ia berikan pada payudaraku. Jarinya mulai meremas putingku.
"Ohmm" aku mulai merintih nikmat. Kurasakan celana dalam yang kukenakan di balik celana jeans-ku mulai basah. Dengan bantuannya aku melepaskan kaos oblongku dan dia pun demikian. Aku merasakan hangatnya kulitnya ketika kulit kami bersentuhan. Ditariknya salah satu tali BH-ku ke bawah sehingga salah satu putingku menyembul keluar menantang di matanya. Langsung saja dia melahap putingku dengan mulutnya. Putingku dihisapnya dan dimain-mainkan dengan lidahnya. Aku pun merintih lagi dan meremas rambutnya. "Ohh.. Francisss.. nikmat sekali.. oohh."
Putingku yang satunya tidak lolos dari remasan tangannya. Aku mulai meronta kegelian dan kenikmatan. Tanganku pun turun menelusuri punggungnya sebelum akhirnya menyentuh tonjolan panjang di balik celana pendeknya. Kuremas batangan itu dengan gemas sehingga membuat ia mulai mengeluh nikmat. Ditepisnya tanganku dan untuk sesaat ia menatapku sambil terus mengulum dan mengisap putingku. Tangannya melepaskan kaitan BH-ku, lalu bebaslah payudaraku dari BH. Dengan ganas ia terus menjilat, mengulum dan mengisap putingku bergantian. Bahkan dengan kedua tangannya dia menyatukan kedua putingku dan dihisapnya bersamaan.
"Ohhmm ooohh.. " aku pun merintih lagi dan lagi. Kurasakan selangkanganku makin basah dan geli saja. "Buka celana jeans kamu!", perintahnya setelah berhenti 'menyiksa' putingku. Nafasku memburu dan segera saja kuturuti perintahnya. Selagi aku membuka celana jeans-ku dia pun menarik turun celana pendeknya disertai celana dalamnya. Terpampang di hadapanku batang kemaluannya yang sudah mengacung panjang. Walau sedikit kurus, batang kenikmatannya lumayan panjang. Entah berapa centi.
Tanpa berkata apa-apa dia menyodorkan batang kenikmatannya ke wajahku. Mengetahui apa yang di inginkannya.. kujulurkan lidahku dan mulai menjilat kepala kemaluannya. Dia mulai merintih keenakan setelah lidahku dengan lincahnya menjilat sekitar lubang kencingnya. Kudorong ujung lidahku ke lubang kencingnya sambil jari-jariku menggelitik daerah pantat dan pahanya sehingga membuat dia gelinjang geli nikmat.
Ketika dia menikmati jilatanku. Tiba-tiba saja kuhisap batang kenikmatannya masuk ke dalam mulutku dengan kencang. Dia mengerang", Oohh... Riniii.. eeenak sekaliii..." Aku tersenyum dan menarik batang kemaluannya keluar dari mulutku sambil masih mengisapnya. Lalu kuhisap masuk lagi ke dalam mulutku. Kugerakkan kepalaku maju mundur sehingga batang kenikmatannya masuk keluar, masuk, keluar.. masuk .. keluar dari mulutku. Aku menikmati kemaluannya karena baunya bersih dan menyenangkan. Rambutku diremasnya sambil mengerang nikmat. Karena selain mulutku mengisap dan mengulum batang kenikmatannya. Tanganku sibuk meremas buah pelirnya dan tanganku yang satunya sibuk meraba-raba, menggelitik sekitar lubang pantatnya.
"Ohh Riniii.." mendengar rintihannya membuatku bertambah semangat saja. Lidah kudorong masuk ke dalam lubang kencingnya selagi kuhisap batang kemaluannya. "Ayo dong kita langsung mulai!", serunya menghentikan kegiatanku. Dia menindih tubuhku. Di hisapnya lagi putingku sambil tangannya meraba celana dalamku. "Oooh Rini.. kamu basah sekali." bisiknya sambil menyelusup jari-jarinya ke dalam celana dalamku menyentuh liang kewanitaanku yang memang sudah basah sejak tadi. Jari tengahnya mulai memainkan klitorisku.
"Ohh.. Uhhmm.." Aku mulai merintih keenakan. Entah kapan tiba-tiba saja celana dalamku sudah dibukanya. Batang kemaluannya diarahkan ke liang kewanitaanku yang sudah mekar dan berdenyut minta dimasukin batang kemaluannya. "Ohh... yah.. setubuhi aku.., cepat! " pintaku. Dengan sekali dorong batang kenikmatannya sudah masuk ke dalam liang kewanitaanku. "Oohh!", aku seperti merasakan terkena strum saja ketika batang kemaluannya masuk ke liang kewanitaanku. Francis mulai memompa batang kemaluannya, masuk.. keluar.. masuk.. keluar liang kewanitaanku. Aku pun merintih semakin jadi, "Arrh... arrrgh.. arrrhh.. oooh yesss.. uhmm arrh arrh.. arh.. arh.. arhhggghh... arrgghh." Payudaraku bergoyang seiring Francis memompa liang kewanitaanku dengan batang kemaluannya.
"Yesss.. ohh yes.. Riniii.. ugghh.. uuggghh. ugghh... lubangmu memang nikmat bangett. uugh.. uughh.. uuggghh." Francis tidak kalah diam. Mulutnya terus saja melenguh keenakan. Lima belas menit kemudian dia mempercepat genjotannya. Kutahu dia sudah akan keluar. "Busyet!.. akuu sudaah mau keluar.. uugh.. ughh.. yesss.. oohh yes!" Aku merasakan tubuhnya menegang dan batang kemaluannya menembakkan air mani ke dalam liang kewanitaanku. Batang kenikmatannya seolah bergetar di dalam liang kewanitaanku. Tidak lama kemudian tubuhnya pun jatuh lunglai di atas tubuhku. Kujepit batang kemaluannya dengan liang kewanitaanku sehingga membuat dia gemetaran untuk beberapa detik.
"Maaf... aku tidak dapat memuaskanmu", katanya setelah menggulingkan tubuhnya ke sampingku. Aku tersenyum padanya, "Tidak apa-apa kok!", bisikku penuh pengertian, toh dia bukan laki-laki pertama yang tidak dapat memuaskanku. "Ohh Rinii.. kamu terlalu pengertian!", ujarnya lalu memelukku setelah akhirnya kami berdua jatuh tertidur.
Permainan tidak hanya sampai di situ. Sekitar jam 4 subuh tiba-tiba aku merasa tangannya meraba dan meremas payudaraku lagi. Aku pura-pura tidur pulas. Lidahnya mulai menjilat dan mengulum kedua puting susuku secara bergantian. Mau tidak mau aku mulai merintih keenakan tapi mataku masih tertutup rapat. Tiba-tiba saja dia langsung memasukkan batang kemaluannya ke liang kewanitaanku yang belum cukup basah. Aku mengerang antara kesakitan dan nikmat. Francis tidak peduli, sepertinya dia terangsang sekali menyetubuhiku selagi aku tidur. Gerakannya sungguh tidak beraturan kadang cepat kadang lambat, membuatku kelimpungan nikmat. Batang kemaluannya seperti sedang mempermainkan liang kewanitaanku. Lama-kelamaan liang kewanitaanku bertambah basah. Genjotan Francis begitu keras dan semakin cepat. Tangannya meremas payudaraku sambil terus menggenjot liang kewanitaanku dengan batang kemaluannya. Nafasnya semakin memburu dan memburu. Tiba-tiba tubuhnya menegang dan spermanya pun menyemprot keluar dalam liang kewanitaanku. Mau tidak mau aku menjerit karena ketika dia keluar, payudaraku diremasnya dengan kuat sekali. Kurasakan lagi tubuhnya gemetaran sebelum akhirnya jatuh menimpa tubuhku.
Jam 7 pagi aku pun kembali ke rumah (aku tinggal sendirian). Sejak itu, tidak ada berita darinya. Bantuannya tidak pernah datang. Sepertinya aku dikibulin lagi. Aku merasa jijik pada diriku sendiri. Hutang yang melilitku benar-benar telah mengubah jalan hidupku.