Kerepotan sudah dimulai sejak enam bulan yang lalu. Bagaimana aku hendak memulainya? Terlalu memusingkan untuk dituturkan. Soalnya, dalam satu saat yang sama ada berbagai macam urusan dikerjakan sekaligus. Dan bagaimana aku mengatakannya?
Oh ya, maafkan aku. Kali ini aku ingin berbagi tentang hari pernikahanku. Hari yang sakral bagiku, jadi ingin kubagikan pada kalian, terutama yang mau menikah. Aku tahu, mungkin terasa membosankan… kalian ingin tahu tentang malam pertama? Baik, tetapi nanti dulu. Malam pertamaku tidak akan terlalu menarik, jika kalian tidak tahu bagaimana aku menikah. Ya, aku tahu mungkin di antara kalian sudah ada yang kawin, tanpa nikah. Tetapi percayalah, menikah itu sendiri adalah sesuatu yang amat seksi…
Dan aku bicara yang sebenarnya. Dimulainya dari baju pengantin. Baju gaun eropa. Tetapi aku bukan orang yang suka mengikuti kebiasaan secara persis, Hansen juga tidak. Sebaliknya, aku suka sesuatu yang menggairahkan…mengejutkan. Dan untungnya, orang tua kami juga tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Jadi aku dan Hansen memilih baju pengantin yang lain. Yang istimewa.
Untuk itu, aku dibantu oleh temanku yang pandai menjahit, Rika namanya. Aku memintanya menjahitkan baju pengantin untukku. Waktu itu Rika sampai membelalakkan mata, "kamu gila Di? Gue nggak pernah bikin baju gaun pengantin!" Tapi aku juga tidak butuh gaun pengantin seperti yang biasa, yang besar dan berat dan panjang merepotkan, dengan banyak payet-payet dan pernak pernik yang bikin gatal. Tidak, aku lebih suka model Amerika yang simple. Dengan belahan dada yang rendah, sedemikian rendahnya sehingga puting susuku nyaris tersembul keluar jika baju itu sampai melorot sedikit. Aku menambahkan aksen dengan bawahan yang berupa rok mini, benar-benar mini karena hanya sejengkal dari pangkal paha, lalu ditutup oleh ekor yang tidak begitu panjang, hanya sedikit menyapu lantai saja.
Hasilnya? Dari depan, seperti gaun biasa saja. Tetapi Hansen yang duduk di sebelahku dapat melihat pahaku dari bawah sampai ke atas, ke pangkal paha. Dan kau tahu apa rencanaku yang istimewa? Bisakah kalian terka?
Ini dia: aku tidak mengenakan celana dalam. Sedikit pun tidak. Gaun itu dibuat dengan karet yang persis menempel di pinggang, dan Hansen bisa menyelipkan tangannya dari samping dan meremas pantatku, kalau dia mau. Tentu saja waktu aku mempersiapkan gaun istimewa itu dengan Rika, aku tidak bilang apa-apa pada Hansen. Aku ingin menjadi kejutan yang menyenangkan, menjadi bingkisan istimewa yang dapat dibukanya nanti, sebagai istrinya yang sah. Menyenangkan, bukan? Memikirkannya pun sudah merangsangku…tapi kali ini aku harus menahan diri.
Kami juga memikirkan makanan yang tepat, yang tidak biasa. Kalian tahu ‘kan, kalau orang menikah biasanya menu makanan yang disajikan tidak banyak berbeda? Banyak lemak. Mie. Ah, itu membosankan. Jadi aku dan Hansen memilih menu makanan yang lebih banyak mengandung protein. Yang tidak banyak lemak, lebih banyak protein, dan beberapa kandungan yang diketahui sebagai penambah tenaga. Madu. Lebih banyak jahe dan bawang putih. Ada kopi ginseng. Dengan salad aprikot (betul nggak sih, aprikot termasuk salah satu bahan aphrosidiac?). Aku dan Hansen tidak bisa menahan ketawa setiap kali kami memilih menu berdasarkan pengaruhnya untuk meningkatkan stamina dan nafsu seks, termasuk beberapa butir telur ayam kampung setengah matang yang disajikan khusus di meja pengantin.
Dan nampaknya, orang-orang juga setuju-setuju saja dengan pilihan kami itu, mereka hanya senyum-senyum simpul. Yang paling semangat malah si Meika, yang tak henti-hentinya mencari resep penambah stamina seks dan menawarkannya sebagai hidangan penutup dalam acara resepsi nanti. Aku dan Hansen membayangkan, bagaimana nanti jika para tamu turut terangsang karena makanan yang mereka santap? Kasihan yang masih jomblo… Tetapi di luar dari keisengan itu, kami memilih menu yang lain daripada biasa, dan orang menyukainya. Ini tip untuk kalian: jangan jadikan hari pernikahan kalian biasa-biasa saja. Kalau memang harus repot dari beberapa bulan sebelumnya, buatlah sesuatu yang benar-benar tidak akan dilupakan orang, jadi jerih payah kita tidak sia-sia!
Tapi, aku harus berterus terang pada kalian: sex bukan urusan pertama. Yang pertama kali dalam menyusun semua ini adalah memastikan bahwa pria ini memang tepat bagiku, dan aku ini tepat baginya. Aku ingin pernikahanku berlangsung seumur hidup, jadi aku harus memastikan bahwa aku siap menerima kekurangannya. Ya, kekurangannya.
Kebanyakan dari kita siap untuk menerima kelebihan orang lain, tapi tidak mau menerima kekurangan. Salah besar: kalau mau menikah, justru kita harus bersiap-siap dengan kekurangan. Dan urusannya bukan soal sex, melainkan soal…duit. Keuangan. Aku tahu, Hansen baru lulus, belum mapan dalam bekerja. Aku tahu, aku sendiri harus bekerja, dan Hansen juga tahu itu. Ia harus menerima kenyataan, bahwa istrinya nanti juga menjadi seorang wanita karir. Lalu, kami bersepakat tentang bagaimana mengelola uang; yang penting adalah kepercayaan dan kepercayaan dan kepercayaan. Tidak ada pengaturan uang yang betul atau salah, yang ada adalah saling percaya atau tidak. Orang selalu membuat kesalahan dalam hal uang, masalahnya apakah dalam kesulitan karena kesalahan, satu sama lain masih tetap saling percaya?
Lantas, hal berikutnya adalah tentang keluarga. Hansen mempunyai keluarga — yang untungnya amat akrab denganku. Aku sendiri juga punya keluarga. Kalau kami menikah, kami akan membentuk keluarga sendiri: Hansen keluar dari keluarganya dan aku pun keluar dari keluargaku. Kami bersepakat, bahwa keluarga kami adalah keputusan kami sendiri. Tentu saja kami menerima semua masukan dan saran dari semua pihak, tetapi keputusan akhirnya ada di tangan kami berdua saja. Sendiri. Ini memberi cukup kebebasan kepada kami…dan penting untuk hubungan yang serasi. Termasuk seksualitas juga (buat kamu yang pikirannya ngeres melulu).
Berikutnya adalah tempat tinggal. Dan cita-cita. Dan apa yang kami mau dapatkan: kapan mau punya anak? Bagaimana kalau nanti punya anak? Kalau soal anak lelaki atau perempuan sih, kami tidak mengatur; toh memang tidak bisa kami atur!
Setelah semuanya beres, rencana pernikahan menjadi ajang yang benar-benar menyenangkan. Oh ya, pernahkah kalian terpikir untuk merencanakan juga malam pertama? Kalian sudah menunggu-nunggu bagian ini yah? Ha ha ha, baiklah… kira-kira tiga bulan sebelum hari ‘H’, Meika membeli sebuah video kamera. Rencananya sih untuk merekam anaknya, tetapi kami langsung terpikir pada suatu ide gila-gilaan. Idenya Meika, tentu saja.
Idenya adalah merekam adegan malam pertama kami dengan kamera video. Oh, hubungan sex memang menyenangkan untuk ditunggu, tetapi kalau direkam? Hansen mula-mula tidak setuju. Tetapi, yang mau merekamnya adalah Meika, adiknya sendiri yang sekarang sudah jadi ibu. Dalam satu dan lain hal, Meika jelas lebih berpengalaman soal sex daripada kami berdua, dan dia tidak terlalu terganggu dengan adegan sex. Meika juga pandai membujuk, sampai akhirnya…Hansen setuju. Aku pun setuju, dengan catatan bahwa semua rekaman ini hanya boleh diedit oleh Hansen di rumah kami, di simpan secara pribadi. Meika pun tidak boleh punya copy-nya!
Singkat cerita, Meika setuju dengan rencana itu. Dan demikianlah, baju pengantinku pun di desain sesuai dengan rencana anehnya Meika, yang membuatnya menjadi lebih bersemangat lagi mengurusi pernikahan kami. Aku dan Hansen membiarkannya menikmati persiapan dan perayaan nikah, karena dia sendiri tidak sempat mengalami pernikahan seperti ini. Biarlah Meika mengalami bagian di dalam kebahagiaan kami. Toh kami sendiri sama sekali tidak kehilangan kebahagiaan itu; sebaliknya, rencana Meika membuat kami menunggu-nunggu.
Acara pernikahan kami pun berlangsung dengan cukup lancar dan melelahkan. Bagaimana tidak? Aku sudah harus bangun sejak jam tiga pagi, lantas ke salon. Kalian tahu detilnya, bukan? Tapi semuanya menyenangkan. Mengharukan. Melelahkan.
Acara dimulai dari jam delapan pagi, lalu sampai siang, lantas diteruskan resepsi di sore hari. Di tengah-tengahnya ada sesi pemotretan di studio. Oh ya, bagian ini pun kami pakai dengan sebaik-baiknya, apalagi dengan baju pengantin yang seseksi ini (tidak pernah tukang foto melihat pengantin sepertiku, nampaknya burungnya pun ikut berdiri). Alhasil, kami bisa mendapatkan beberapa jepret ekstra yang amat artistik, juga amat erotik. Aku dan Hansen sepakat untuk memasangnya kelak di ruang tidur. Boleh ‘kan?
Selebihnya, acara resepsi adalah acara yang banyak senda gurau. Betul! Jadi pengantin jangan tegang, rileks saja. Enjoy enjoy saja. Semakin menyenangkan, semakin malam, rasanya semakin deg degan. Memang tangan dan kaki agak pegal, tetapi tubuh rasanya semakin membara menanti semua orang pergi dan kami sampai ke puncak kami sendiri. Berdua. Bertiga, dengan Meika yang akan merekam semuanya.
Oh, betapa tidak sabarnya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar