Namaku Diana. Jangan tanya nama belakangku. Juga jangan tanya orang apa aku. Tidak penting. Mungkin, aku sebenarnya hanya ilusi, hidup dalam khayalan seseorang. Tetapi kamu toh tidak peduli kalau aku ada atau tiada, bukan?
Tetapi, jika aku melihat bayanganku di cermin, di situ ada sosok perempuan yang amat perempuan. Lihat, aku cukup langsing, dengan otot yang baik karena aerobik teratur. Kulitku putih. Rambutku lurus -asli, bukan rebonding- hitam panjang kecoklatan. Ujungnya menyentuh puting-puting dadaku, sepasang bukit yang membulat menantang. Kukira karena ukurannya tidak terlalu besar, maka bisa menonjol bulat seperti itu.
Dan aku mempunyai pinggang yang ramping. Nampaknya, perempuan sekarang banyak yang tidak peduli lagi dengan pinggangnya, karena sudah menunjukkan pusar mereka yang hitam berkerak itu. Bodohnya. Bukan pusar yang penting, melainkan pinggang ramping dan perut yang rata.
Dari pinggang ke bawah, ada sepasang kaki yang ramping pula panjang. Putih. Aku biasa mengolesinya dengan vaselin, untuk mempertahankan kekenyalan kulitnya. Lagipula, aku menikmati sentuhan dingin vaselin di paha-pahaku, kadang aku melumurinya hingga sekitar vaginaku dan menggosok kedua bibir luarnya. Enak. Kalau sudah begitu, aku meneruskan dengan menggosok klitorisku -orang bilang itu kacang perempuan- yang membuatku memuncak dan melayang tinggi. Orgasme.
Jadi, secara umum orang mengakui bahwa aku ini cantik dan seksi, tetapi sebenarnya aku sih merasa biasa saja. Malah aku kadang merasa iri melihat kemolekan cewek lain, apalagi bila kami sedang berolahraga voli seperti biasa, terutama di kamar ganti. Ah, tubuh mereka sungguh aduhai, sehingga aku yang perempuan saja merasa ingin membelainya.
Dan pada mulanya aku sendiri tidak pernah dibelai siapa-siapa. Biar umurku sudah 23 tahun di antara mahasiswi yang sudah jago ngeseks, aku ini masih perawan. Benar-benar perawan -bukan hanya utuh selaput daranya, tapi memang tidak pernah tersentuh lelaki. Bukannya aku tidak suka -kau tahu, aku mendambakannya- tetapi aku ini susah bergaul dengan laki-laki. Merasa minder. Dan aku tidak mau begitu saja disetubuhi orang, seperti beberapa teman cewekku.
Tetapi, jika aku melihat bayanganku di cermin, di situ ada sosok perempuan yang amat perempuan. Lihat, aku cukup langsing, dengan otot yang baik karena aerobik teratur. Kulitku putih. Rambutku lurus -asli, bukan rebonding- hitam panjang kecoklatan. Ujungnya menyentuh puting-puting dadaku, sepasang bukit yang membulat menantang. Kukira karena ukurannya tidak terlalu besar, maka bisa menonjol bulat seperti itu.
Dan aku mempunyai pinggang yang ramping. Nampaknya, perempuan sekarang banyak yang tidak peduli lagi dengan pinggangnya, karena sudah menunjukkan pusar mereka yang hitam berkerak itu. Bodohnya. Bukan pusar yang penting, melainkan pinggang ramping dan perut yang rata.
Dari pinggang ke bawah, ada sepasang kaki yang ramping pula panjang. Putih. Aku biasa mengolesinya dengan vaselin, untuk mempertahankan kekenyalan kulitnya. Lagipula, aku menikmati sentuhan dingin vaselin di paha-pahaku, kadang aku melumurinya hingga sekitar vaginaku dan menggosok kedua bibir luarnya. Enak. Kalau sudah begitu, aku meneruskan dengan menggosok klitorisku -orang bilang itu kacang perempuan- yang membuatku memuncak dan melayang tinggi. Orgasme.
Jadi, secara umum orang mengakui bahwa aku ini cantik dan seksi, tetapi sebenarnya aku sih merasa biasa saja. Malah aku kadang merasa iri melihat kemolekan cewek lain, apalagi bila kami sedang berolahraga voli seperti biasa, terutama di kamar ganti. Ah, tubuh mereka sungguh aduhai, sehingga aku yang perempuan saja merasa ingin membelainya.
Dan pada mulanya aku sendiri tidak pernah dibelai siapa-siapa. Biar umurku sudah 23 tahun di antara mahasiswi yang sudah jago ngeseks, aku ini masih perawan. Benar-benar perawan -bukan hanya utuh selaput daranya, tapi memang tidak pernah tersentuh lelaki. Bukannya aku tidak suka -kau tahu, aku mendambakannya- tetapi aku ini susah bergaul dengan laki-laki. Merasa minder. Dan aku tidak mau begitu saja disetubuhi orang, seperti beberapa teman cewekku.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar